Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INVESTASI VOKASI DAN R&D: Kadin Minta Insentif Fiskal

Bisnis.com, JAKARTA Pelaku usaha meminta pemerintah memberikan insentif fiskal dalam hal perpajakan bagi perusahaan yang berminat mengembangkan vokasi dan research & development atau R&D.
Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kamrussamad (dari kiri), Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani dan Sekjen Himpunan Pengusaha KAHMI (Hipka) Nurhadi melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (23/11)./JIBI-Nurul Hidayat
Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kamrussamad (dari kiri), Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani dan Sekjen Himpunan Pengusaha KAHMI (Hipka) Nurhadi melakukan pertemuan di Jakarta, Kamis (23/11)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha meminta pemerintah memberikan insentif fiskal dalam hal perpajakan bagi perusahaan yang berminat mengembangkan vokasi dan research & development atau R&D.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, hal ini untuk mendorong agar pengusaha aktif mengembangkan kegiatan tersebut. Dirinya memastikan akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan dan Direktorat Pajak.

"Kami akan ketemu sekali lagi bahas detailnya. Namun, kami sudah sampaikan kalau kami minta untuk pengusaha yang melalukan vokasi diberikan insentif fiskal sebesar 200% dan R&D 300%," katanya, Senin (5/2/2018).

Rosan mengemukakan harapan adanya kemudahan dan insentif ini dapat meningkatkan kegiatan tersebut sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Pasalnya, saat ini perusahaan di Indonesia yang melakukan R&D hanya 0,3% dari PDB atau tertinggal dari Malaysia 1,2%.

Sisi lain, saat ini dirinya juga meminta pemerintah membuat skema yang tepat perihal pemungutan pajak bagi pedagang daring yang menjual produk UMKM lokal.

Pasalnya, dari seluruh produk yang beredar di jejaring perdagangan daring, presentase barang hasil industri UMKM hanya berada pada kisaran 7%, sisanya 93% adalah produk luar negeri.

"Dengan kondisi perdagangan online seperti saat ini sepertinya mustahil kita melakukan pembatasan atau wajib produk lokal 15% misalnya. Menurut saya lebih baik berikan insentif lainnya," ujar Rosan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper