Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus mengejar sertifikasi tenaga kerja sektor konstruksi karena jumlahnya masih sangat kecil.
Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan bahwa jumlah tenaga kerja konstruksi yang tersertifikasi di Indonesia masih sangat rendah yakni di bawah 10% atau hanya 720.000 dari 8,10 juta tenaga kerja.
"Padahal jika mengacu UU Nomor 2/2017 Jasa Konstruksi, pengguna dan penyedia jasa wajib tenaga kerja bersertifikat," ujarnya, Kamis (25/1/2018).
Kementerian PUPR telah menyiapkan mekanisme untuk mengejar ketertinggalan yakni mulai dari pemberian pelatihan di kelas, pelatihan di lapangan, hingga pemberian sertifikasi dari jarak jauh.
"Target kami 2019 ada 3 juta tenaga kerja bersertifikasi. Tenaga ahlinya, hanya sedikit dari mereka yang tersertifikasi dan kami akan meningkatkan kualitas mereka," kata Syarif.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa mengungkapkan bahwa banyak tenaga ahli menjadi ahli lantaran terbiasa menggarap proyek.
Baca Juga
"Saya khawatir karena ini biasanya kalau pekerjaan lapangan sudah miliki budaya di situ, seperti orang Madura yang kerjanya bongkar-bongkar bangunan, tidak perlu sertifikasi tapi keahliannya bongkar-bongkar," katanya.
Menurutnya, para tenaga kerja tradisional tersebut perlu ditingkatkan kapasitasnya dengan dilakukan sertifikasi sehingga dalam bekerja tidak hanya berdasarkan kebiasaan tetapi diharapkan prosedur operasi standar.
"Kita harus akui bahwa masih ada pekerja informal yang ahli, tapi tidak memiliki sertifikasi, tidak memiliki kemampuan akademisi yang sesuai dengan yang diajarkan buku pekerjaan engineering atau SOP [standard, operation & procedure] dari lembaga pengawas," tutur Erwin.