Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) menghitung harga pokok produksi garam rakyat tahun ini adalah Rp950,70 per kilogram jika pengangkutan menggunakan jalur darat.
Biaya terbesar ada pada sewa lahan, yakni Rp357,10/kg dengan asumsi ongkos sewa Rp25 juta per hektare per tahun dan produktivitas garam 70 ton per hektare. Kontribusi terbesar kedua adalah biaya panen dan biaya angkut dari tambak ke titik pengumpul (collecting point) yang masing-masing Rp125/kg.
Selebihnya adalah biaya perbaikan lahan, pengadaan atau perbaikan peralatan tambak, upah kerja dalam satu musim, biaya pengarungan, harga karung, investasi plastik HDPE (high density polyethyelene), dan biaya menaikkan karung garam ke truk.
Jika pengangkutan melalui jalur sungai, harga pokok produksi menjadi lebih mahal lagi, terutama karena upah kerja yang lebih tinggi, adanya biaya angkut perahu, ditambah lagi biaya menaikkan karung garam dari perahu ke truk.
Harga pokok produksi garam yang diangkut melalui jalur sungai mencapai Rp1.064,60/kg. Biaya terbesar tetap ada pada sewa lahan Rp357,10/kg, diikuti upah kerja Rp154/kg, serta biaya panen dan biaya angkut dari tambak ke collecting point masing-masing Rp125/kg.
Ketika melihat struktur biaya produksi itu, APGRI mengusulkan agar harga penjualan petani (HPP) tahun ini Rp2.250/kg untuk garam kualitas 1 (K1) dan Rp2.000/kg untuk K2.
Pemerintah sedang menggodok HPP baru. Selama lebih dari 6 tahun, HPP garam tidak berubah. Berdasarkan Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri No 02/Daglu/PER/5/2011, HPP garam K1 di titik pengumpul ditetapkan Rp750/kg dan garam K2 sebesar Rp550/kg.
APGRI memperkirakan puncak panen berlangsung awal Oktober hingga akhir bulan itu.