Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pihak menanti solusi terhadap rendahnya harga gula tani, yang dikhawatirkan berimplikasi pada penyusutan area tanam.
Kementerian Pertanian juga masih menunggu koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian BUMN terkait rendahnya harga gula tani.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Agus Wahyudi berharap segera ada solusi dalam waktu dekat, sehingga rendahnya harga gula tani tidak berdampak banyak pada program swasembada gula konsumsi.
Agus mengakui, ada kekhawatiran luas tanam menyusut seiring berkurangnya minat petani menanam tebu karena rendahnya harga gula. Namun demikian, dia berkeyakinan petani akan kembali menanam tebu usai tebang.
Lebih lanjut, dia mengatakan Kementerian Pertanian, melalui Ditjen Perkebunan, sedang fokus menyiapkan musim tanam 2017/2018. Diantaranya, penyiapan benih untuk mendukung program bongkar ratoon dan perluasan area tanam seluas 15.000 ha pada 2018.
Penyiapan benih dilakukan bertahap yakni, pola pertama di area 5.000 ha untuk digunakan pada April-Juni 2018, dan pola kedua di area 10.000 ha untuk digunakan pada Oktober 2018.
"Penyiapan benih digenjot habis, supaya siap tahun depan untuk bongkar ratoon dan perluasan," kata dia dihubungi Bisnis, Senin (14/8) sore.
Agus optimis target produksi gula konsumsi sebesar 2,3 juta ton - 2,4 juta ton dengan area tanam 450.000 ha, dapat tercapai tahun ini. Keyakinan ini ditopang produksi di lapangan berjalan normal, karena cuaca mendukung.
Lebih lanjut, Kementerian Pertanian memasang target produksi gula konsumsi sebesar 2,5 juta ton pada 2018 ditopang perluasan area tanam menjadi 470.000 ha.
Sebelumnya, Ditjen Perkebunan mengusulkan Rp270 miliar pada anggaran 2018 untuk pelaksanaan bongkar ratoon. Bongkar ratoon menjadi kendala petani karena biaya yang mahal yakni sekitar Rp18 juta - Rp20 juta per ha.