Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Baja Lapis Bakal Dongkrak Kapasitas

Indonesia Zinc Aluminium Steel Industry (IZASI) memacu kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar baja lapis yang mencapai lebih dari 1,3 juta ton.
Baja ringan/Istimewa
Baja ringan/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA—Indonesia Zinc Aluminium Steel Industry (IZASI)  memacu kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar baja lapis yang mencapai lebih dari 1,3 juta ton.

PT. NS BlueScope Indonesia, PT Saranacentral Bajatama Tbk, dan PT Sunrise steel yang tergabung dalam Izasi sampai saat ini baru memiliki kapasitas produksi 860 ribu ton. Angka tersebut masih jauh dari permintaan pasar yang mencapai 1,3 juta ton pada tahun 2016 dan volumenya akan terus bertumbuh setiap tahun.

Simon Linge Ketua IZASI sekaligus Presiden Direktur PT. NS BlueScope Indonesia mengatakan, industri baja Tanah Air merupakan salah satu industri yang strategis. Ini adalah kesempatan untuk mengembangkan industri baja dalam negeri. 

"Penjualan kami setiap tahun secara stabil mengalami pertumbuhan penjualan kurang lebih 7%. Walau begitu saat ini kapasitas produksi dari anggota kami hanya mencapai 80% dari kebutuhan pasar," ujarnya, Senin (22/5/2017).

Saat ini ketiga perusahaan anggota IZASI mengatakan siap untuk meningkatkan produksinya. Berbagai investasi pun telah dipersiapkan.

Simon berujar, saat ini masih diperlukan komitmen dari seluruh pihak seperti, pemasok, pemerintah, dan pengguna baja untuk bisa mendukung pertumbuhan daya saing industri baja nasional.

IZASI mengandalkan pasokan hot-cold rolled coil (baja canai panas/dingin) dari Krakatau Steel dan dikelola kembali menjadi bahan material untuk membuat dinding, penutup atap, rangka atap, furnitur logam, panel produk elektronik, dan rangka plafon.

Kendala utama dari industri baja lapis adalah energi dan logistik. Biaya produksi menjadi sangat mahal dengan harga gas Indonesia senilai US$9,2 per MMBtu. Padahal di negara lain di Asia Tenggara, harga gas tidak semahal itu.

Ongkos logistik Indonesia pun dipandang mahal. Saat ini biaya untuk menyuplai pabrik di Makasar dari Jakarta lebih mahal dibandingkan dengan mendatangkan pasokan dari Thailand ke Makasar. "Biaya logistik dari Vietnam ke Indonesia kurang dari Rp300/kg, harga ini sebanding dengan tarif pengiriman domestik dari Jakarta ke Surabaya, sehinga banyak yang memilih untuk impor," sebutnya.

Indonesia juga mulai digempur oleh gempuran produk baja dari Vietnam dan China. Saat ini Vietnam bisa memproduksi 5 juta ton per tahun dengan nilai komsumsi dalam negerinya hanya 2,5 juta ton per tahun. "Pada 2016, produk impor lebih murah 12% dibandingkan dengan produk lokal di bidang baja lapis seng alumunium warna," imbuhnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper