Bisnis.com, JAKARTA – Pelonggaran pembatasan properti di Singapura baru-baru ini, yang awalnya bertujuan meningkatkan prospek bagi pengembang, mungkin malah akan menciptakan masalah baru.
Setelah regulator menutup celah pajak yang memungkinkan pengembang untuk menjual apartemen dalam jumlah besar kepada investor institusi dan warga Singapura, banyak pengembang sekarang menghadapi pilihan yang tidak menyenangkan: memberikan potongan harga pada hunian mewah yang belum terjual atau membayar denda karena melewati tenggat waktu penjualan.
Memilih untuk memberikan diskon dapat mendorong harga rumah lebih rendah, sehingga memperpanjang reli penurunan harga properti. Namun, pilihan lainnya dapat lebih memakan biaya. Sekitar 2.098 rumah tetap tidak terjual di 57 proyek berbeda dan denda pada property ini dapat mencapai sekitar S$647 juta (US$463 juta) tahun ini, menurut perkiraan industri berdasarkan data resmi yang dikutip Bloomberg.
“Hal ini dapat mendorong mereka untuk memberikan diskon yang lebih besar kepada pembeli yang telah menunggu koreksi harga lebih lanjut,” kata Christine Li, direktur penelitian di Cushman & Wakefield Inc, seperti dikutip Bloomberg.
“Membayar denda masih akan menjadi pilihan terakhir,” katanya, menambahkan bahwa pengembang kecil mungkin memberikan diskon besar sementara yang lebih besar akan bertahan.
Menurut data awal dari Urban Redevelopment Authority yang dirilis hari ini, harga rumah Singapura turun 0,5% dalam tiga bulan pertama tahun ini, memperpanjang penurunan nilai properti selama 14 kuartal berturut-turu. Nilai rumah telah turun 11,7% sejak 2013.
Singapura juga memiliki peraturan kepemilikan tanah yang ketat. Berdasarkan aturan pemerintah, seluruh pengembang beserta pemegang saham atau direksi non-warga Singapura diwajibkan untuk menyelesaikan pembangunan proyek dan memperoleh Izin Penempatan Sementara dalam waktu lima tahun untuk memperoleh tanah.
Setelah dibangun, mereka memiliki waktu dua tahun untuk properti tersebut. Sejak Desember 2011, pengembang telah diberi batas waktu lima tahun untuk menjual semua unit yang dibangun atau membayar setidaknya 10% dari harga tanah sebagai denda.
Salah satu cara penjualan pengembang adalah menjual unit apartemen secara borongan melalui pengalihan saham kepada investor besar, karena dapat mengurangi biaya pajak dibandingkan jika menjualnya pada perorangan.
Namun, bulan lalu pemerintah menutup celah aturan ini dengan menyamakan pajak yang dikenakan.
Kelonggaran pajak, dan penurunan 20% harga rumah mewah sejak awal 2013, mendorong pembeli besar seperti Blackstone Group LP dan investor kaya untuk memilih properti unggulan di Singapura.
Blackstone telah membeli blok apartemen 10 lantai dan 18 unit apartemen di distrik perumahan utama Singapura sejak 2014. Sementara itu, pengembang CapitaLand Ltd Januari lalu telah 45 menjual unit hunian di The Nassim, kondominium mewah dekat pusat belanja Orchard Road kepada Wee cho Yaw, orang kedua terkaya di Singapura.
Pada 10 Maret lalu, Pemerintah Singapura mengumumkan pelonggaran beberapa pembatasan properti setelah penurunan harga rumah sejak 2013 membuat harga rumah lebih terjangkau. Langkah ini memacu reli tajam saham pengembang Singapura di tengah optimisme akan pulihnya harga.
Namun euphoria sejak pelonggaran tersebut telah memudar. CapitaLand, yang melonjak 3,6% di hari pelonggaran tersebut diumumkan saat telah kembali melemah 1,4%. Adapun saham Wing Tai Holdings Ltd yang sebelumnya melonjak 8,1% telah anjlok 2,6%.
Chief Executive Officer CapitaLand untuk Singapura, Wen Khai Meng mengatakan pemerintah harus memberikan pengembang lebih banyak waktu untuk menjual unit, dan aturan terkait dengan pemegang saham asing di pengembang properti harus diubah.