Bisnis.com, JAKARTA -- Cuaca buruk membuat nelayan lobster di Tabanan, Bali, tidak melaut dalam sebulan terakhir.
Kondisi alam itu praktis membuat tangkapan lobster pasir --jenis lobster yang terdapat di Bali bagian selatan-- nyaris nol.
"Karena gelombang tinggi dan angin kencang, nelayan libur," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tabanan Ketut Arsana Yasa melalui esan singkat, Kamis (2/2/2017).
Cuaca yang buruk itu menambah keterpurukan nelayan Bali setelah dua tahun pendapatan mereka terpukul oleh ketentuan ekspor lobster yang harus berukuran panjang karapas di atas 8 cm dan lebih dari 300 gram per ekor.
Pada Desember 2016, larangan yang tercantum dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 itu direvisi menjadi panjang karapas di atas 8 cm dan berat di atas 200 gram per ekor. Namun, Ketut enggan menanggapi perubahan aturan itu.
Berdasarkan catatan HNSI Tabanan, 80% dari jumlah nelayan di Tabanan sebanyak 840 orang hidup dari menangkap lobster. Adapun 83% lobster pasir hasil tangkapan nelayan tradisional setempat berbobot 100-200 gram per ekor (Bisnis, 8/9/2017).
Ketut menceritakan, sebelum larangan diberlakukan, penjualan lobster nelayan tradisional Tabanan bisa mencapai Rp1,1 miliar per bulan. Tahun lalu, omzet nelayan lobster Tabanan hanya Rp87 juta per bulan.
Ketut berpendapat aturan itu hanya menciptakan kemiskinan baru karena nelayan, perajin alat tangkap bubu, hingga bengkel jukung, kini menganggur.
"Banyak anak nelayan tidak melanjutkan sekolah karena tidak ada biaya," ungkapnya. Lebih jauh lagi, nelayan terlilit utang operasional.
Dampak itu, kata Ketua Paguyuban Nelayan Seluruh Bali tersebut, bahkan tidak hanya dirasakan oleh nelayan Tabanan, tetapi juga kabupaten lain di Pulau Dewata, seperti Jembrana, Badung, dan Klungkung.