Bisnis.com, PEKANBARU - Akibat anjloknya komoditas unggulan Riau yaitu sektor minyak dan gas, pertumbuhan ekonomi daerah itu sepanjang Triwulan III/2016 hanya sebesar 1,1%.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Ismet Inono mengatakan angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,46%.
"Triwulan III Riau hanya tumbuh 1,1% sedangkan triwulan II tumbuh 2,46%, penyebabnya masih didorong perlambatan migas," katanya, Rabu (30/11/2016).
Ismet mengatakan pertumbuhan ekonomi Riau di triwulan III/2016 bila tanpa migas yaitu sebesar 2,87%. Dengan kondisi ini, pihaknya mendorong pemda untuk tidak terlalu bergantung pada sektor pertambangan dan mineral tersebut.
Meski dengan pertumbuhan ekonomi pada posisi itu, Riau masih menjadi daerah yang tumbuh paling besar di Sumatra. "Ini pekerjaan rumah bagi semua pihak di Riau, bagaimana terus mengurangi ketergantungan kepada migas dan meningkatkan peran sektor lainnya," katanya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik Provinsi Riau menyatakan nilai ekspor minyak bumi Januari hingga September hanya mencapai US$1,9 miliar turun 29% dibanding tahun lalu mencapai US$2,7 miliar.
"Sedangkan nilai ekspor CPO turun 10,5%. Tahun ini, hanya US$4,6 miliar. Sementara itu, pada tahun lalu mencapai US$5,2 miliar," kata Kepala BPS Riau Aden Gultom.
Dia menjelaskan catatan tersebut berdasarkan freight on board. Dua sektor tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap total ekspor. Minyak bumi berkontribusi sebesar 20% dan CPO berkontribusi sebesesar 61%.
Riau merupakan daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia dengan total produksi mencapai 9 juta ton per tahun. Minyak bumi dan CPO diekspor ke India, China, Pakistan Belanda, Malaysia, Amerika Serikat dan beberapa negara lain.
Joko, Ekonom Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau menanggapi nilai ekspor sektor unggulan Riau tersebut terus menunjukkan pelemahan di tahun ini. Dia menjelaskan melemahnya harga minyak dunia berimbas pada nilai ekspor sektor minyak bumi.
Adapun CPO, dipengaruhi oleh permintaan negara tujuan ekspor yanh cenderung fluktuaktif. "Nilai ekspor terus menunjukkan pelamahan karena kondisi perekonomian dunia yang belum membaik," kata Joko.
Melemahnya nilai ekspor tersebut juga akan berdampak besar terhadap perekonomian daerah. Dua sektor tersebut sangat bergantung dengan permintaan luar negeri. Joko mengkritisi untuk menghilangkan ketergantungan tersebut pemerintah harus membangun industri hilir CPO dan Migas.
Selain membangun industri hilir, katanya, pemerintah perlu memberikan tata niaga yang pasti dan efektif agar distribusi sektor-sektor unggulan Riau bisa membaik. Salah satu caranya dengan membentuk dan merevisi regulasi-regulasi untuk mengatur tata niaga.
Gubernur Riau mengatakan pihaknya tengah fokus mengembangkan kawasan industri di Dumai, Siak dan Indragiri Hilir. Kawasan industri tersebut dikembangkan agar dua sektor itu tidak bergantung dengan permintaan luar negeri.
"Pemprov mengajak beberapa korporasi besar dalam negeri dan luar negeri untuk membangun industri hilir di tiga kawasan industri yang ada," katanya.