Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peternak Sapi Perah Sesalkan IPS Impor Susu 82%

Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) menyesalkan langkah industri pengelola susu atau IPS yang melakukan impor susu mencapai 82%, sehingga serapan susu lokal mengalami penurunan setiap tahun.
Sapi perah/JIBI-Bisnis/Rachman
Sapi perah/JIBI-Bisnis/Rachman

Bisnis.com, BOYOLALI— Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) menyesalkan langkah industri pengelola susu atau IPS yang melakukan impor susu mencapai 82%, sehingga serapan susu lokal mengalami penurunan setiap tahun.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito mengatakan IPS menyerap susu lokal dari para peternak sapi perah mencapai 38% pada era 1998.

Sepuluh tahun kemudian atau pada 2008, IPS hanya menyerap susu segar dalam negeri (SSDN) diangka 28%.

Penurunan terus berlanjut hingga sampai sekarang serapan susu untuk kebutuhan bahan baku IPS hanya 18%, sedangkan sisanya 82% diperoleh dari impor.

“Impor susu sebanyak 82%, sisanya di dalam negeri. Impor dilakukan dari New Zaeland dan Australia dalam bentuk skim (bubuk). Jadi bukan dalam bentuk susu segar lagi,"terangnya disela-sela kunjungan ke rumah peternak sapi perah di Dukuh Kebonmoyo, Desa Karangnongko, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Rabu (23/11).

Menurut Agus, kondisi itu membuat peternak sapi perah kian tidak berdaya dengan serbuan impor susu dalam bentuk skim. Alhasil, serapan susu segar dari peternak sapi sangat rendah.

Masalah lainnya, harga susu segar dari petani dalam lima tahun terakhir tidak kunjung membaik atau dikisaran angka Rp4.000 hingga Rp4.500/liter.

Guna menekan angka impor 82% tersebut, APSPI meminta pemerintah membuat regulasi supaya serapan susu IPS lebih mengutamakan susu lokal dalam negeri.

Hal ini pun sudah mendapat dukungan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesejatan Hewan Kementerian Pertanian.

"Kami ingin dorong 80% impor ini ke lokal. Pertemuan terakhir dengan Dirjen boleh impor tapi harus gunakan susu dalam negeri. Mereka kan impor sebebas-bebasnya. Konten lokal haru diutamakan," terangnya.

Dalam keterangannya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah berencana akan membentuk tim khusus guna membenahi penyerapan susu lokal.

Oleh sebab itu, pihaknya bersama dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi dan UKM akan membentuk tim khusus guna menyelidiki hal tersebut.

"Itu untuk buat formulanya, karena harus benar-benar dilihat benar-benar ketersediaannya," tuturnya.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan saat ini penyerapan susu lokal terhadap industri masih sangat minim. Selain pasokan yang rendah, kualitas susu lokal juga masih kalah dengan susu impor yang berbentuk bubuk atau skim powder.

"Sekarang kami dorong yang berbasis peternakan ternak rakyat bisa terserap. Tapi biasanya ternak rakyat itu kan diawasi terutama hygine dan sterilnya," ucapnya.

Airlangga mengatakan akan menunggu data Kementerian Pertanian terkait produksi susu dari peternak lokal agar bisa diarahkan untuk diserap oleh industri.

"Kalau impor kan kita dalam bentuk bubuk jadi nanti akan liat dengan Kementan berapa yang susu perah lokal bisa masuk ke industri. Kami mau dorong beberapa industri susu bisa serap lebih banyak lagi dari peternak Indonesia," katanya.

Lantaran harga susu sapi dinilai stagnan, peternak sapi perah di Dusun Dungus, Desa Seboto Kecamatan Ampe Boyolali memilih jalan beralih profesi menjadi peternak sapi potong.
 
Agus Wibowo mengatakan, biaya pakan sapi perah dan operasional lainnya yang cukup tinggi menjadi alasan kuat untuk beralih profesi sebagai peternak sapi potong. Menurutnya, biaya pakan tersebut tidak sebanding dengan rendahnya harga jual susu di tingkat peternak.

Dia menjelaskan, dalam sehari biaya operasional untuk pakan ternak diangka Rp30.000 per ekor sapi,. Adapun, produksi susu per hari hanya 8 liter per ekor.

“Artinya kalau susu dijual Rp4.000 per liter, jadi Rp32.000. Selisihnya tipis, tapi ini belum hitung tenaga kerja dan lainnya," jelasnya di area kandang sapi miliknya, Rabu.

Dengan kenyataan tersebut, pihaknya bersama peternak sapi perah lainnya memutuskan beralih ke pedaging atau sapi potong. Agus mengaku sudah delapan bulan menjadi peternak sapi potong atau sapi daging.

Menurutnya, profesi ini lebih jelas biaya operasionalnya ketimbang peternak sapi perah. Misalnya, target penggemukan sapi bakalan selama lima bulan, artinya biaya yang mesti disiapkan hanya lima bulan saja.

"Biaya operasional pedaging Rp22.000 per ekor per harinya. Pas jualnya kita bisa tentukan di moment-moment tertentu. Saya jual menyesuaikan harga pasar," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Khadafi
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper