Bisnis.com, JAKARTA -- Industri dalam negeri sudah bisa memenuhi 40% dari total jenis kebutuhan senjat kekuatan minimum pokok.
Pemetaan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KPIP) menunjukkan industri pertahanan dalam negeri sudah mampu memproduksi 40% dari 1.200 jenis kebutuhan alat persenjataan baru seperti produk pakaian anti peluru, pistol, hingga kapal tempur.
Ketua Tim Pelaksana KKIP, Soemardjono, mengatakan UU no. 16/202 tentang Industri Pertahanan mewajibkan pengguna persenjataan menggunakan produk yang sudah bisa diproduksi industri pertahanan domestik.
Pengguna persenjataan juga wajib melakukan aktivitas perawatan, reparasi, dan pengoperasian (MRO) di dalam negeri bagi alat persenjataan yang sudah ada.
Soemardjono yakin industri-industri pertahanan domestik bisa memproduksi alat persenjataan sesuai spesifikasi dan kapasitas yang diinginkan pengguna alat persenjataan, termasuk TNI dan Polri.
“Saya selalu ngomong di depan pengguna, saya juga mantan seperti sampeyan, tidak akan mengurangi spesifikasi sedikit pun. Jika tidak puas atau ada sesuatu akan kami bicarakan dengan industri pertahanan,” katanya, Kamis (10/11/2016) di Kementerian Pertahanan.
Soemardjono yakin TNI dan Polri sebagai pengguna alat persenjataan konsisten menggunakan produk yang dihasilkan industri pertahanan dalam negeri karena pucuk pimpinan kedua instansi tersebut ikut bergabung dalam KKIP.
Indonesia membutuhkan 1.200 jenis alat persenjataan baru untuk memenuhi kebutuhan kekuatan pokok minimum (minimum essential forces).
KKIP mendorong industri pertahanan domestik untuk memproduksi mayoritas kebutuhan tersebut untuk menciptakan kemandirian industri pertahanan Indonesia.
Tujuh jenis alat persenjataan yang menjadi prioritas pengembangan industri pertahanan Indonesia adlaah kendaraan tempur, propelan, roket, kapal selam, pesawat tempur, radar, dan peluru kendali.