Bisnis.com, JAKARTA - Penurunan harga gas akan mendongkrak utilisasi industri tekstil hulu hingga nyaris optimal.
Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Wirawasta mengatakan penurunan harga gas menjadi US$4 per MMBTU bisa menaikkan utilisasi pabrik serat sintentis dari sekitar 79,2% menjadi 97,8%.
“Produksi kami naik karena kami bisa subtitusi impor. Jualan domestik tambah dan sedikit ada tambahan ekspor,” kata Redma kepada Bisnis pada Kamis (27/10/2016).
Biaya energi memiliki porsi terbesar kedua dari total ongkos produksi industri tekstil hulu, yaitu sebanyak 24%. Beban terbesar pada produksi serat adalah biaya bahan baku sebanyak 56%.
Redma menjelaskan harga gas yang tinggi membuat industri serat sintetis Indonesia sulit bersaing dengan produsen di luar negeri. Saingan produsen tekstil Indonesia di China dan India masing-masing mendapatkan gas pada harga US$4 per MMBTU dan US$2 per MMBTU.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka, Kementerian Perindustrian, Muhdori, mengatakan peningkatan efisiensi produksi di industri hulu pasti menguntungkan industri tekstil hulu sebagai pengguna bahan baku.
Dia mengatakan industri tekstil hulu adalah salah satu sektor industri tambahan yang diusulkan pemerintah sebagai penerima insentif penurunan harga gas.
“Jika di atas bisa efisien, otomatis upstream lebih efisien. Bahan baku lebih murah, hasil produk juga bisa lebih murah. Ini mendukung kebutuhan industri garmen dalam negeri untuk tujuan ekspor,” kata Muhdori.