Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah harus menerapkan kebijakan ekonomi dan deregulasi dengan konsisten dan serius untuk mendorong realisasi minat investasi asing di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan kunci dari realisasi minat investasi asing di Indonesia adalah keseriusan birokrasi memperbaiki iklim usaha dan konsistensi kebijakan pemerintah.
Dia menjelaskan ketidakmampuan birokrasi merealisasikan keputusan politik pemerintah adalah faktor utama yang menghambat realisasi investasi di Tanah Air. Permasalahan birokrasi membuat berbagai kebijakan pemerintah menjadi sia-sia karena gagal terimplementasi sesuai dengan tujuan.
Permasalahan konsistensi kebijakan pemerintah yang disorot Hariyadi adalah rencana pemerintah melonggarkan aturan larangan ekspor mineral.
Dia menilai rencana relaksasi aturan larangan ekspor mineral merugikan pengusaha yang sudah mengucurkan modal mendirikan industri hilir dan malah menguntungkan perusahaan tambang yang enggan mendirikan smelter.
“Pemerintah suruh buat smelter, mereka bangun smelter, sekarang mau dibolehkan ekspor lagi. Harusnya mereka yang bangun smelter diberi insentif, bukan beri insentif ke mereka yang belum bangun. Ini semua investor jadi bertanya-tanya,” kata Hariyadi kepada Bisnis pada Minggu (9/10/2016).
Laporan Global Investment Trends Monitor yang dirilis Badan PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) memperkirakan arus investasi langsung global akan merosot 10%-15% pada 2016. Namun, aktivitas investasi langsung diproyeksikan kembali tumbuh 7% pada 2017 dan tumbuh 8% pada 2018.
Laporan yang sama menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara tujuan utama investasi menurut petinggi perusahaan-perusahaan multinasional.
Indonesia menjadi pilihan 8% dari para bos perusahaan multinasional yang disurvei UNCTAD sebagai lokasi investasi paling prospektif. Posisi Indonesia dalam negara tujuan investasi paling atraktif naik dari perkingkat 14 pada survei 2014 menjadi peringkat 9 pada survei 2016.
Laporan tersebut juga menunjukkan minat investasi yang tinggi ke sektor manufaktur. Sekitar 57% pelaku bisnis global menyatakan arus investasi ke sektor manufaktur akan naik pada 2017, dibandingkan dengan sektor primer (20%) dan sektor jasa (51%).