Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah memastikan dana sebesar Rp520 miliar telah disiapkan untuk mensubsidi listrik yang berasal dari pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH) pada 2017. Adapun, dana sebesar itu akan mensubsidi 84 unit PLTMH yang diprediksi beroperasi secara komersial pada tahun depan.
Direktur Aneka Energi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maritje Hutapea menjelaskan, pihaknya telah mengajukan besaran subsidi Rp520 miliar untuk PLTMH kepada Kementerian Keuangan dan Komisi VII DPR.
“Mereka sudah menyetujui, tinggal menunggu kesepakatan di Banggar [Badan Anggaran]. Tapi dari pengalaman kami kalau sudah disetujui di Kemenkeu dan Komisi VII, Banggar juga bisa disetujui,” katanya dalam pertemuan dengan media di Gedung Ditjen EBTKE, Kamis (15/9/2016).
Sebelumnya, telah terjadi resistensi dari Komisi VII terkait dengan subsidi untuk energi baru terbarukan. Namun demikian, setelah dijelaskan kembali menurutnya, Komisi VII DPR sudah menyetujui.
Subsidi ini diperlukan, lantaran PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) enggan membeli listrik dengan harga sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 19/2015. Alasannya, harga yang ditawarkan terlalu tinggi dan melebihi biaya penyediaan produksi listrik (BPP) yang menjadi patokan bagi perseroan.
Berdasarkan Permen 19/2015 harga pembelian tenaga listrik dari PLTMH yang memanfaatkan tenaga dari aliran/terjunan air di sungai dengan kapasitas sampai 10MW adalah US$13 sen per kWh dengan asumsi Rp14.000/US$. Harga tersebut berlaku saat pembangkit beroperai dalam tahun ke-1 hingga ke-8. Selanjutnya untuk tahun ke-9 hingga ke-20 diberlakukan tarif US$8,1 sen per kWh.
Sementara itu harga pembelian tenaga listrik dari PLTMH dengan kapasitas hingga 10 MW yang memanfaatkan tenaga dari waduk atau bendungan atau saluran irigasi yang pembangunannya bersifat multiguna adalah US$10,80 sen/kWh.
Harga itu berlaku untuk tahun ke-1 hingga ke-8, sedangkan untuk tahun ke-9 hingga ke-20 diberikan tarif US$6,75 sen/kWh. Nilai diatas belum dikalikan dengan faktor pengali di masing-masing wilayah. Faktor pengali berkisar 1 hingga 1,60 disesuaikan dengan ketersediaan infrastruktur.
Harga tersebut menurut perhitungan PLN terlalu tinggi, sehingga saat ini perseroan menggunakan harga tersendiri yakni Rp990/kWh dikalikan faktor pengali untuk tahun 1-8 dan Rp765/kWh dikalikan faktor pengali untuk tahun 9-20. Di mana faktor pengali yang dimaksudkan sama dengan yang ditentukan dalam Permen.
Maritje mengatakan, harga yang ditawarkan oleh PLN kurang menarik bagi investor sehingga menghambat pengembangan PLTMH. Oleh karenanya, untuk memastikan ketentuan Permen diimplementasikan, subsidi akan diberikan.
Disebutkan Maritje, formula perhitungan subsidi adalah feed in tariff dikurangi oleh BPP nasional dikalikan dengan jumlah daya.
“Sebelum dibayar subsidinya akan diverifikasi terlebih dahulu,” katanya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati mengatakan pihaknya akan memberlakukan ketentuan Permen 19/2015 setelah kepastian subsidi didapatkan. Saat ini, dalam menandatangani perjanjian jual beli listrik dengan pengembang swasta terdapat klausul yang menyebutkan bahwa harga yang dicantumkan akan mengikuti ketentuan Permen setelah sudah disubsidi oleh pemerintah.
Data Ditjen EBTKE menunjukkan total subsidi yang dianggarkan untuk PLTMH untuk tahun depan adalah Rp520 miliar, yang paling besar bagiannya dari total subsidi energi baru.
Sementara itu, subsidi yang juga besar adalah untuk pembangkit biomassa dengan jumlah Rp302 miliar, untuk pembangkit tenaga surya subsidinya sebesar Rp205 miliar, untuk pembangkit biogas Rp38 miliar, dan sisanya Rp7 miliar untuk pembangkit listrik tenaga sampah.