Bisnis.com, JAKARTA - Airbus Group menilai sertifikasi pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia membutuhkan dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah Indonesia.
Pesawat N219 adalah pesawat berpenumpang 19 orang produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Pesawat ini memiliki kelebihan bisa lepas landas dalam jarak yang pendek. Seperti diketahui, pesawat ini dikerjakan seluruhnya oleh anak bangsa dan dirancang sejak 2007 lalu.
Dalam Paris Airshow tahun lalu di Le Bourget, Prancis, Menteri BUMN Rini Soemarno pernah menuturkan kepada pihak Airbus untuk membantu PTDI dalam mendapatkan sertifikasi pembuatan pesawat.
Atas permintaan ini, Head of Military Aircraft dari Airbus Defence and Space Fernando Alonso mengungkapkan pihaknya akan membantu PTDI tidak hanya dalam sertifikasi ini saja tetapi untuk kerjasama yang lebih panjang.
“Saya pikir sertifikasi merupakan proses yang penting dalam organisasi, baik industri dan pemerintah. Kita senang jika dapat mendukung PTDI dalam mempersiapkan organisasi yang baik. Tidak hanya untuk sertifikasi N219, tetapi juga proyek lainnya,” paparnya, Kamis (4/8/2016).
Namun, dia mengingatkan bahwa sertifikasi ini memerlukan banyak tahapan. Dalam penilaian Airbus, PTDI dan pemerintah Indonesia harus menunjukkan dan memastikan bahwa pembangunan setiap pesawat dilakukan dengan cara dan kualitas yang sama sebelum akhirnya dilakukan audit serifikasi.
“Dari semua proses ini yang terpenting adalah memastikan kemampuan dan prosedur dalam pembangunan pesawat tidak hanya dari sisi PTDI, tetapi juga pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Udara,” ungkapnya.
Terkait dengan lama proses audit hingga sertifikasi keluar, Alonso tidak dapat memastikan hal tersebut. Namun, dia memperkirakan Airbus biasanya memerlukan waktu selama satu tahun untuk melakukan sertifikasi pesawat.
Berdasarkan pengalaman Airbus sebagai produsen pesawat, dia mengimbau agar PTDI membangun industrinya dengan fondasi yang kuat. “Anda tidak dapat membangun rumah yang bagus tanpa fondasi yang kuat,” tegasnya.
Sayangnya, dia mengaku belum dapat memberikan kepastian terkait sertifikasi ini karena pihak Airbus baru akan mengunjungi PTDI esok hari, Jumat (5/8/2016).
Alonso sendiri melihat sertifikasi terhadap N219 akan membantu Airbus mengembangkan pasar di Asia karena wilayah ini merupakan pasar penting bagi perusahaan.
Terkait keinginan Indonesia membeli pesawat Airbus A400M, Alonso menuturkan dirinya belum mengetahui kebutuhan Indonesia. Namun, dia menuturkan pesawat ini dapat mengangkut kargo militer, seperti helikopter dan kendaraan perang serta eskavator.
Bahkan, pesawat ini bisa mendarat di airstrip dengan jarak yang pendek. Adapun negara-negara yang sudah mengunakan pesawat ini, a.l. Turki, Mali, dan Prancis. Pesawat ini juga turut membantu operasi udara di Irak dan Suriah.
Sejak diluncurkan pada 2003, Airbus telah menjual sekitar 174 unit A400M hingga 2019. “Semuanya terjual habis. Permintaannya bagus,” ujarnya.
Ketika disinggung isu harga, lambatnya performa dan lamanya pengiriman pesawat, Alonso membenarkan adanya delay. Namun, hal ini terkait dengan kapasitas pembangunan perusahaan. Saat ini, semuanya lebih baik sehingga Airbus mampu mengirimkan 9 unit A400M hingga pertengahan tahun ini.
Dia juga mengelak jika dikatakan A400M terbilang mahal. Menurutnya, harga ini tergantung dengan desain dan kombinasi pesawat. Jika Indonesia berniat membeli pesawat ini, maka Airbus mampu mengirimkan selambat-lambatnya 1,5 tahun dari kontrak.
“Itupun kalau desainnya mengopi desain pesawat pesanan negara lain yang sudah jadi, karena bisa saja Indonesia meminta konfigurasi yang berbeda,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan rencana Indonesia membeli pesawat angkut militer A400M keluaran Airbus Defence and Space ini. Pengadaan A400M dimaksudkan untuk mengganti armada tua milik TNI AU, yakni Lockheed Martin C-130 Hercules dan Boeing C-17 Cargo Jet.
Namun, Kementerian Pertahanan belum memberikan informasi berapa unit yang akan dibeli Indonesia.