Bisnis.com, JAKARTA - PT Hutama Karya (Persero) berpotensi memperoleh pendapatan Rp1,6 miliar per hari dari pengelolaan jalan tol Lingkar Luar Sektor Selatan JORR S ruas Pondok Pinang-Jagorawi setelah Kejaksaan Agung dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengalihkan hak konsesi tol kepada Hutama Karya dari PT Jasa Marga.
Keputusan itu merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung Nomor 720K/Pid/2001 tanggal 11 Oktober 2001 atas nama Thamrin Tanjung yang menyatakan hak pengelolaan tol JORR S diserahkan kepada negara.
Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) I Gusti Ngurah Putra menyatakan dengan bertambahnya aset, kapasitas keuangan perseroan juga bertambah.
Kondisi itu akan dimanfatkan BUMN itu untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur lain yang tengah ditangani, salah satunya jalan tol Trans Sumatra.
"Sekarang yang belum financial closing itu ruas Bakauheni-Terbanggi Besar di Lampung. Dengan ini pasti bisa men-support Trans Sumatera," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (16/3/2016).
Meski demikian, dia menegaskan pihaknya tetap membutuhkan dukungan pendanaan dari pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN). Seperti diketahui, HK mengajukan PMN senilai Rp12,7 triliun dalam APBN-P 2016.
"Kita tetap butuh PMN. Total proyek untuk delapan ruas itu hampir Rp80 triliun. Kita butuh separuhnya. Ruas tol ini (JORR S) dikapitalisasi paling Rp3 triliun sampai Rp4 triliun," tambahnya.
Mengenai putusannya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, "Kejaksaan dan Menteri PU Pera telah bersama membuat keputusan untuk menyelamatkan aset negara berupa ruas jalan tol JORR sesi S Pondok Pinang-Jagorawi, yang berdasarkan putusan pengadilan MA diserahkan kepada negara, dan dalam hal ini kepada Hutama Karya,” ujarnya dalam jumpa pers.
Menurutnya, Hutama Karya dipilih setelah mempertimbangkan bukti-bukti dan juga pendapat dari berbagai pihak terkait. Selain itu, lantaran saham Hutama Karya sepenuhnya dimiliki pemerintah.
“Setelah ini tentunya secara resmi Hutama Karya akan mengelola pengoperasian jalan tol itu dan seluruh penghasilannya akan dapat mendukung BUMN tersebut ketika harus membangun infrastruktur lain di tempat lain,” jelas Prasetyo.
Dengan demikian keputusan tersebut telah mengakhiri sengketa masalah pengelolaan Tol JORR S.
Sebelumnya ada beberapa perusahaan yang mengklaim berhak atas pengelolaan Tol JORR S, di antaranya PT Hutama Karya, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Jasa Marga. Ketiga perusahaan tersebut merasa berhak mengelola setelah Tol JORR S disita oleh negara pada 1998.
Kala itu PT Jasa Marga mengambil alih pengelolaan JORR S yang telah disita oleh negara melalui Badang Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). JORR S disita negara karena ketidakmampuan PT Marga Nurindo Bhakti membayar hutang senilai Rp2,5 triliun kepada Bank Negara Indonesia (BNI).
PT Marga Nurindo Bhakti mendapat kredit dari Bank BNI senilai Rp2,5 triliun pada 1995. Kredit tersebut pada mulanya ditujukan untuk pembangunan jalan tol JORR S. Namun, setelah diaudit dana pinjaman yang dipakai untuk pembangunan tol hanya Rp1 triliun. Sisa hutang itu kini telah dinyatakan dilunasi dan selesai oleh Kejaksaan Agung.
Sementara PT Hutama Karya merasa berhak mengelola tol JORR S karena sebelumnya sempat diajak PT Marga Nurindo Bhakti menerbitkan surat berharga senilai Rp1,2 triliun. Namun surat berharga itu tidak digunakan untuk membangun jalan tol JORR S.