Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ALI: Pemerintahan Jokowi Salah Langkah Atasi Dwelling Time

Asosiasi Logistik Indonesia menilai pemerintahan Joko Widodo gagal mengatasi masalah dwelling time atau waktu inap barang di Pelabuhan Tanjung Priok.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik Indonesia menilai pemerintahan Joko Widodo gagal mengatasi masalah dwelling time atau waktu inap barang di Pelabuhan Tanjung Priok.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menilai Presiden Joko Widodo sudah mengganti Menteri Koordinasi Bidang Maritim tetapi masalah dwelling time yang menjadi penyakit kronis sejak sepuluh tahun lalu tidak kunjung tuntas.

“Penyebab masalah dwelling time ini tidak tuntas penyelesaiannya karena obat yg dipakai selama ini salah. Dunia usaha sudah memberikan obat yang benar [solusi], tapi tidak dijalankan oleh pemerintah dan BUMN,” ujarnya, Sabtu (12/3/2016).

Pertama, dia menilai infrastruktur Pelabuhan Tanjung Priok sudah tidak memadai sebagai pelabuhan utama bagi ekspor dan impor.

Menurutnya, kondisi Tanjung Priok makin hari semakin penuh. Apalagi dengan beroperasinya Terminal Kontainer Kalibaru, tentu ini akan menambah parah akses keluar masuk wilayah pelabuhan tersebut karena 80% pemakai jasa pelabuhan sudah tidak berlokasi di dalam DKI Jakarta.

“Perlu ada tindakan pemerintah untuk membagi volume impor ke pelabuhan-pelabuhan lain di luar Tanjung Priok agar beban bisa berkurang dan dwelling time juga akan membaik,” tegasnya.

Kedua, dia menilai penguatan Otoritas Pelabuhan sebagai otoritas tunggal di Pelabuhan Tanjung Priok yang mempunyai wewenang penuh sebagai regulator, sampai sekarang masih belum jelas. “Siapa penguasa di pelabuhan apakah OP atau Pelindo II? Pelindo II masih bertindak sebagai regulator dan mengeluarkan aturan-aturan atau tarif baru tanpa persetujuan OP,” paparnya.

Dengan demikian, dia memandang Kementerian Perhubungan perlu mengeluarkan dasar hukum tegas untuk menguatkan OP.

Ketiga, ALI menekankan penyerderhanaan dokumen impor dan proses sudah dilakukan oleh Bea Cukai dan Kemendag dalam setahun belakangan ini, tetapi tidak membantu banyak penurunan dwelling time.

Dia menyarankan agar pemerintah perlu fokus mempercepat proses pengeluaran fisik kontainer dari jalur prioritas dan hijau, kedua jalur ini sudah mencakup 70% volume impor. “Ini menjadi prioritas pertama untuk pembenahan, jalur kuning dan merah bisa menyusul,” tegasnya.

Selanjutnya, ALI merasa pengenaan penalti biaya timbun dilakukan dengan efektif. Namun, aturan baru dari Pelindo II dengan tarif 900% pada hari kedua sangat tidak adil dan membingungkan.

Selain itu, penalti hanya menguntungkan Pelindo II secara pendapatan. “Usulan dari Menko Maritim dan Kemenhub untuk pengenaan tarif Rp5 juta per kontainer pada hari keempat yang lebih tepat dan adil,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia menghimbau pemerintah perlu bersikap tegas jangan sampai merugikan rakyat banyak demi keuntungan Pelindo II.

Terakhir, dia meminta sistem online kepelabuhanan juga harus terintegrasi mulai dari shipping line, operator pelabuhan, Bea Cukai dan lembaga terkait, bank, dan trucking yang dikelola oleh pihak independen atau pemerintah.

Peran INSW, lanjutnya, seharusnya bisa menjadi platform. Sayangnya, ALI melihat sampai sekarang belum bisa dan tingkat reliabilitasnya masih rendah. “Sistem terintegrasi juga mencegah face to face antara pihak yang terkait dan lebih transparan,” imbuhnya.

Dengan demikian, dia mendorong agar pemerintah serius menanggapi dan menjalankan solusi dari dunia usaha sehingga polemik dwelling time bisa selesai. “Percuma saja menteri-menteri diganti kalau obatnya tidak tepat dan Pelindo II tidak bisa diatur. Apakah Presiden Jokowi bisa?”

Sebelumnya, Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Bay M. Hasani mengatakan kenaikan tarif progresif untuk inap kontainer menjadi 900% dan menetapkan free of charge selama satu hari dari sebelumnya tiga hari telah ditandatangani sejak 4 Januari 2016.

Kenaikan tarif progresif ini sudah dibicarakan sejak 5 Oktober 2015 dengan operator peti kemas, ALFI dan Ginsi sudah sepakat, namun saat itu masih terkendala pertimbangan aspek logistik dari Pelindo II.

Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Seluruh Indonesia (Ginsi) Achmad Ridwan Tento mengatakan pihaknya telah menyepakati tarif progresif sebesar 900% untuk inap barang di Pelabuhan Tanjung Priok dengan harapan pelabuhan hanya menjadi tempat bongkar muat. “Tarif sudah disepakat sesuai Permenhub No 6/2013 dan Permenhub 15/2014,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper