Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENERIMAAN PAJAK: Presiden & Menkeu Didesak Evaluasi Dirjen Pajak

Minimnya realisasi penerimaan pajak di pengujung tahun ini membuat sosok Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito menjadi sasaran kritik.
Petugas pajak melayani wajib pajak yang meminta informasi di Kanwil DJP Jatim III Malang, Selasa (20/10/2015). Penerimaan pajak sampai saat ini sudah mencapai 60,58% dari target Rp21,4 triliun yang menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat membayar pajak semakin tinggi./Bisnis-Choirul Anam
Petugas pajak melayani wajib pajak yang meminta informasi di Kanwil DJP Jatim III Malang, Selasa (20/10/2015). Penerimaan pajak sampai saat ini sudah mencapai 60,58% dari target Rp21,4 triliun yang menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat membayar pajak semakin tinggi./Bisnis-Choirul Anam

Bisnis.com, JAKARTA—Minimnya realisasi penerimaan pajak di pengujung tahun ini membuat sosok Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito menjadi sasaran kritik.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mendesak Menteri Keuangan dan Presiden untuk mengevaluasi kinerja Dirjen Pajak yang dinilai berada di berada performa (underperform).

“Saya kira kinerja Dirjen Pajak perlu dievaluasi, karena ini juga menyangkut leadership yang tidak efektif. Dia kurang bisa membangun koordinasi, komunikasi, dan teamwork,” katanya di Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Dia juga berharap Komisi XI DPR RI sebagai pengawas bisa meminta pertanggungjawaban kepada Dirjen Pajak, bahkan bisa meminta Menteri Keuangan menggantinya.

“Saya kira Panja Penerimaan Negara bisa melakukan evaluasi. Bandingkan saja antara program kerja dengan realisasinya. DPR bisa merekomendasikan penggantian Dirjen pajak ke pemerintah, meski itu mutlak kewenangan pemerintah,” tuturnya.

Yustinus memastikan penerimaan pajak sampai akhir tahun bakal meleset sangat jauh dari target yang ditetapkan. Hingga saat ini, realisasi penerimaan pajak masih di kisaran 64% dari target APBN-Perubahan sebesar Rp1.294,26 triliun.

“Sisa waktu sampai akhir tahun paling hanya bisa berharap dari tambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) di kisaran 5% atau paling maksimal 10%. Ditambah dengan revaluasi aset dan reinventing, paling finish di 77%,” ucapnya.

Sebenarnya, kata Yustinus, dari sejumlah program yang digelontorkan, ada yang bisa menjadi pendorong penerimaan. Sayangnya, program baru dieksekusi di tengah tahun dan tak diimbangi dengan kordinasi yang baik.

“Kalau perencanaan bagus, tapi implementasi dan hasilnya buruk, berarti problemnya ada diproses,” serunya.

Dia menegaskan tantangan ke depan makin besar. Karenanya diperlukan Dirjen Pajak yang paham persoalan lapangan dan memiliki kemampuan jiwa kepemimpinan yang bagus.

Sosoknya juga harus bisa diterima di internal, sehingga mudah berkoordinasi sekaligus komunikatif ke luar untk membangun sinergi dan mendapatkan dukungan.

“Saya kira dari internal Ditjen Pajak atau Kemenkeu ada satu-dua sosok yang memenuhi syarat. Selebihnya tinggal bagaimana mengelola SDM yang sudah bagus ini bisa kompak dan bekerja profesional. Nah, Dirjen Pajak sekarang orang baik, tapi baik saja ternyata tak cukup. Perlu leadership kuat, komunikatif, dan risk taker,” tuturnya.

Senada, Direktur LBH Pajak dan Cukai Nelson Butar-Butar juga mendesak agar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bersikap layaknya gentlement.

“Kesadaran menkeu yang diakui di depan Presiden Jokowi, harus disikapi dengan memperbaiki kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kementerian Keuangan harus bisa berubah dari posisi buruk menjadi lebih baik. Kegagalan di sektor pajak membuktikan buruknya model manajemen yang terjadi di jajaran Ditjen Pajak,” kata Nelson.

Desakan mengevaluasi aparat pajak sebelumnya juga datang dari Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun.

Ia mengusulkan agar Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan guna mencari tahu penyebab tidak tercapainya target pendapatan pajak tahun ini.

“Saya melihat ancaman defisit APBN Perubahan 2015 tidak terlepas dari kinerja Ditjen Pajak dalam merealisasikan target pajak. Sudah saatnya Presiden tegas kepada jajaran Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, jika dinilai kurang berprestasi,” tuturnya.

Dia mengatakan Presiden Joko Widodo sudah memberikan kesempatan kepada jajaran Ditjen Pajak untuk memperbaiki kinerja dengan memberikan tunjangan. Di antaranya berupa insentif dan anggaran lebih untuk pengadaan informasi teknologi (IT) serta sarana dan prasarana penunjang.

Kinerja DJP yang jeblok, menurutnya, bisa membawa risiko politik. Sasaran tembak dari kinerja DJP yang jeblok ini bisa mengarah kepada Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro.

“Kinerja Dirjen Pajak yang rendah ini jangan sampai mempunyai risiko politik terhadap Menteri Keuangan. Kita lemparkan semua risiko politik penerimaan pajak yang rendah ini pada Dirjen Pajak dan jajarannya,” serunya.

Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito sendiri sudah memastikan tunjangan kinerja pegawainya akan dipotong pada tahun depan sebagai konsekuensi tak tercapainya target penerimaan pajak pada tahun ini.

“Otomatis kalau pencapaian DJP tidak mencapai atau di bawah 100%, tunjangan kinerja pegawai DJP akan dipotong,” tuturnya.

Hingga akhir tahun ini, Sigit memperkirakan penerimaan pajak akan meleset sebesar Rp160 triliun di bawah target Rp1.294,26 triliun.

“Apabila pencapaian (penerimaan pajak) itu adalah 90%–95% tunkin (tunjangan kinerja) kita akan dipotong 10% tahun depan. Apabila pencapaian 85%–90%, tunkin kita akan akan dipotong 15%,” katanya.

Sebelumnya, Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 19 Maret 2015 mengamanatkan kenaikan tunjangan para fiskus.

Adapun besaran tunjangannya bervariasi, mulai dari Rp21,56 juta per bulan hingga Rp117,37 per bulan. Sementara itu, pencairan tunjangan tersebut sudah dimulai sejak minggu ketiga April lalu.

Namun, Sigit mengatakan, seharusnya potret kinerja institusinya tak hanya dilihat dari realisasi penerimaan pajak, tetapi juga dari pertumbuhan setoran pajak. Sebab, lanjutnya, target penerimaan pajak bisa saja tidak rasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper