Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebakaran Lahan, Pemerintah Diminta Revisi Aturan dalam UU No. 32/2009

Pemerintah diminta segera merevisi aturan dalam Undang-Undang Nomor 32/2009 karena dinilai tidak relevan terkait dengan kasus kebakaran hutan
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kedua kiri) meninjau lokasi kebakaran lahan di Desa Pulo Keronggan, Kec Pedamaran Timur, Ogan Komering Ilir, Sumsel, Minggu (6/9). Presiden meminta Kapolri untuk menindak tegas pelaku dan perusahaan yang membakar lahan dengan sengaja./Antara
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kedua kiri) meninjau lokasi kebakaran lahan di Desa Pulo Keronggan, Kec Pedamaran Timur, Ogan Komering Ilir, Sumsel, Minggu (6/9). Presiden meminta Kapolri untuk menindak tegas pelaku dan perusahaan yang membakar lahan dengan sengaja./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta segera merevisi aturan dalam Undang-Undang Nomor 32/2009 karena dinilai tidak relevan lagi terkait dengan kasus kebakaran hutan.

Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi), mengungkapkan ada dua yang tidak relevan lagi, yakni UU No.32/2009 yang membolehkan masyarakat membakar lahan dengan luas maksimal 2 hektare, dan aturan penggunaan kayu hasil pembukaan lahan.

"Kedua aturan itu harus direvisi agar pencegahan kebakaran hutan menjadi efektif dan tidak terulang lagi di kemudian hari," ujarnya, Rabu (30/9).

Dia menjelaskan pemberlakuan UU No. 32/2009 itu menjadi salah  salah satu faktor pemicu utama kebakaran lahan saat ini.

Menurutnya, kebakaran lahan dan hutan disebabkan oleh akumulasi sejumlah faktor, antara lain regulasi yang membolehkan pembukaan lahan dengan cara dibakar, masalah dalam tata kelola hutan negara, serta dampak dari musim kemarau yang berkepanjangan.

Dia menambahkan bahwa patut diduga kebakaran hutan negara merambat ke lahan-lahan perkebunan dan sulit dipadamkan.

"Kebakaran hutan negara lebih luas dan ini menimbulkan kerugian besar," katanya.

Tungkot menjelaskan asap hasil kebakaran hutan dan lahan dapat menurunkan produktivitas kebun sawit. "Jadi sangat bodoh jika perusahaan sawit sengaja membakar untuk membuka lahan. Kerugiannya lebih besar," tegasnya.

Dia mendesak presiden dan menteri terkait untuk melakukan penyelidikan secara komprehensif soal penetapan tersangka sejumlah perusahaan sawit yang diduga sebagai pemicu kebakaran lahan.

"Harus dibuktikan dalam proses yang benar, apakah perusahaan sawit itu jadi pelaku atau korban kebakaran," tegasnya.

Ketua Bidang Agraria Kelapa Sawit Indonesia Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan perusahaan perkebunan sawit tidak mungkin membakar lahannya secara sengaja, karena sudah dianggap sebagai bagian dari mesin produksi dan ancaman hukuman berat.

Dia menjelaskan Gapki memiliki cabang di 12 provinsi dengan total luas areal yang dikelola mencapai 3,9 juta ha, serta jumlah anggota 663 perusahaan.

Total luas areal perkebunan sawit di Indonesia mencapai 10,9 juta ha. Dengan demikian, anggota Gapki menguasai sekitar 35% dari total lahan perkebunan sawit di Indonesia.

Dari kebakaran di kebun sawit yang merupakan anggota Gapki, ada 14 perusahaan dengan total luas 2.900 ha. Kebun plasma yang terbakar sekitar 1.000 ha dan kebun inti 1.900 ha.

"Saat ini perusahaan perkebunan membuka lahan sawit dengan cara mekanisasi, biayanya sekitar Rp6 juta per ha," ujar Eddy.

Adapun investasi yang dikeluarkan untuk dari awal menanam sampai panen sekitar Rp60-70 juta per ha, atau hanya sekitar 10% dari total biaya.

"Jika harus menghemat hanya Rp6 juta per ha dengan risiko yang begitu besar.  Begitu ketahuan membakar maka izin dicabut dan denda yang begitu besar, hingga ratusan miliar rupiah," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper