Bisnis.com, JAKARTA - PT Indo Bharat Rayon menambah lini produksi ketujuh dengan kapasitas produksi viscose staple fiber yang mencapai 180 ton per hari dan membuat kapasitas per tahun mencapai 210.000 ton.
Mukul Agrawal, Presiden Direktur PT Indo Bharat Rayon, mengatakan pihaknya menanamkan modal sebesar US$60 juta untuk ekspansi di pabrik yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat, tersebut. Adapun secara grup keseluruhan grup Birla, total investasi di Indonesia hingga kini mencapai US$1 miliar, dengan porsi 30% untuk Indo Bharat Rayon.
“Dengan penambahan ini, kapasitas produksinya mencapai 578 ton per hari. Line yang baru sudah mulai produksi, tapi belum penuh. Rencananya bulan ini siap semuanya,” ujarnya saat mengunjungi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada Selasa (29/9/2015).
Dia mengatakan bahwa selain pabrik serat ini, Grup Birla juga memiliki empat perusahaan lain yang berada di sektor antara dan hilir di industri tekstil. Adapun serat yang diproduksi Indo Bharat Rayon 70% akan diserap oleh sister company, PT Elegant Textile Industry, yang memproduksi rayon dan polyester dengan kapasitas 170.400 gulung per tahun.
Dirjen Industri Kimia, Testil, dan Aneka Kemenperin Harjanto mengatakan bahwa secara khusus Indo Bharat Rayon meminta perlindungan atas masuknya produk murah dari China yang bersifat unfair trading.
“Banyak hal yang sifatnya unfair trading. Sesuai bahasan tadi, bahwa ini memang ada ekstensi soal dumping duties-nya. Jadi ya akan kami dukung,” katanya.
Selain itu, menurut Harjanto, Indo Bharat Rayon juga melaporkan terkait adanya additional duties dalam proses ekspor dari negara-negara lain seperti Turki dan Brazil. Dia mengatakan bahwa untuk menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah memerlukan rincian laporan dari pelaku usaha agar bisa ditangani sesuai ketentuan World Trade Organization yang berlaku.
“Artinya kalau mereka membuat barrier yang kita sebut dengan unnecessary barrier to trade, akan kita pertanyakan. Itu tahap awal. Setelah itu akan disampaikan juga dengan Dirjen yang menangani, khususnya di bidang kerja sama internasional,” jelasnya.
Sepanjang semester I/2015, produksi serat sintetis memang mengalami penurunan hingga 50% akibat kelebihan pasokan global yang berpengaruh ke pasar lokal dengan masuknya produk impor dengan harga lebih murah dan juga mengganggu ekspor. Kalangan pengusaha sendiri memprediksi kondisi ini akan berlanjut hingga 2016.