Bisnis.com, JAKARTA -- “Lebih cepat, lebih bae,” ungkapan ini berupaya diterapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla secara konsisten dalam kebijakan pemerintah, meski kerap menimbulkan kontroversi. Dimulai dari beleid anti-kriminalisasi pejabat negara demi percepatan pembangunan infrastruktur, wacana reshuffle kabinet, hingga relasinya dengan Presiden Joko Widodo. Untuk mengetahui lebih dalam kebijakan pemerintahan Jokowi-JK termasuk tentang kondisi ekonomi terkini, Bisnis Indonesia mewawancarai Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jumat (10/7). Berikut petikan wawancara mengenai perekonomian Indonesia:
Sejumlah kalangan berekspektasi negatif terhadap perekonomian Indonesia. Bagaimana melihat situasi ini, apakah ekonomi masih berada pada jalur yang tepat?
Saya akan gambarkan secara ringkas agar terlihat di mana posisi kita, bagaimana masalahnya, dan apa yang harus dilakukan terhadap kondisi hari ini. Ekonomi bisa berkembang karena adanya nilai tambah, pendapatan, dan produksi. Sekarang ini produksi dan pendapatan menurun. Indonesia sedang berada di tengah-tengah, antara faktor ekonomi luar negeri dan dalam negeri yang saling memengaruhi.
Dari sisi global, pelemahan ekonomi dunia menyebabkan harga komoditas turun sehingga ekspor dan impor ikut melesu, baik dari sisi harga maupun jumlah. Hal itu memengaruhi penurunan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Di dalam negeri, birokrasi perizinan yang telat, infrastruktur, pengadaan lahan, dan penyerapan anggaran negara yang belum berjalan baik mengakibatkan terjadinya pelambatan. Pada akhirnya itu juga menurunkan pendapatan dan daya beli.
Akibatnya, kegiatan industri dan jasa menurun, mempengaruhi penerimaan pajak dalam APBN dan kurs rupiah sehingga pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja terbatas. Kalau ini terjadi terus, akan terjadi masalah sosial, politik, dan keamanan.
Solusinya, kembali ke awal, koordinasi untuk mempercepat izin infrastruktur, fokus pada masalah, dan efisiensi. Ini agar dampak eksternal ke ekonomi kita lebih moderat.
Program apa yang harus dilakukan?
Pertama, mempercepat belanja negara agar ada stimulus fiskal, istilah kasarnya uang masuk ke masyarakat sehingga mendorong daya beli. Kedua, mempercepat proses perizinan, infrastruktur, lahan, dan [pencairan] dana, sehingga investasi asing masuk.
Ketiga, memperkuat konsumsi domestik dalam dua hal, yakni meningkatkan produksi untuk menutup ekspor dan mempercepat tumbuhnya substitusi impor. Oleh karena itu, kami menggenjot sektor pertanian seperti beras, sapi, jagung, atau komoditas lain yang selama ini impor. Otomatis pendapatan dan daya beli naik kembali.
Sejumlah lembaga dunia seperti Bank Dunia, ADB, dan IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi. Ini menimbulkan ekspektasi bahwa perekonomian terus menurun, bagaimana meyakinkan pasar bahwa ini tak akan terjadi?
Kita tidak bisa meyakinkan pasar, karena ini memang benar terjadi. China juga menurun, banyak yang mengatakan China hanya akan tumbuh di bawah 7%, sahamnya pun sempat jatuh 30%, walaupun sempat naik lagi 5% karena upaya keras pemerintah China dan bank sentralnya. Efek ekonomi China lebih besar mempengaruhi Indonesia dibandingkan Yunani. Krisis Yunani tidak berdampak langsung, sedangkan ekonomi China pasti langsung berdampak besar terhadap Indonesia.
Tapi kami mencari solusi agar itu moderat dan pertumbuhan ekonomi masih di atas 5%. Caranya melalui empat hal itu yang pokok [perbaikan izin, infrastruktur, lahan, dan dana]. Kita berbeda dengan Malaysia dan Singapura, kita memiliki 250 juta konsumen yang bisa membeli barang yang dihasilkan. Salah satunya dengan merumuskan kebijakan penggunaan produk kandungan dalam negeri dalam setiap proyek pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,7% pada kuartal pertama. Bagaimana kondisi selanjutnya?
Kami upayakan di atas 5%. Memang kalau dilihat akibat kondisi saat ini pajak tidak mencapai sesuai target, jadi [pertumbuhan ekonomi] mencapai 5,7% pasti tidak, karena tidak dicapai di sektor ini.
Berarti revisi Bank Dunia hanya 4,7% terlalu terburu-buru?
Namanya perkiraan, sama dengan prakiraan cuaca, tidak ada yang pasti. Kita tidak bisa berpatok pada perkiraan. Kita membuktikan pada waktunya, boleh kita salah dia benar, kita boleh benar dia salah. Hahaha...
Realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari target sering dikaitkan dengan kinerja kabinet sehingga perlu melakukan reshuffle?
Seperti saya gambarkan, ada pengaruh dari dalam dan luar negeri. Kami akui ada pengaruh dalam, bisa berbentuk struktural, pengaruh koordinasi, perencanaan, dan implementasi. Jadi pengaruh implementasi tentu akibat pengaruh kemampuan-kemampuan [menteri] itu. Memang ada pengaruhnya, tapi tidak semua masalah ini akibat kabinet. Biar kabinet isinya profesor, kalau faktor luar, mau apa? Siapa pun orang terhebat di dunia kita sewa jadi Kepala Bappenas, Menteri Perdagangan yang terhebat, tidak bisa apa-apa kalau China tidak bisa beli komoditas, bursa London jatuh.
Bisa dikatakan reshuffle bukan yang utama?
Bukan solusi utama, sama sekali bukan. Solusinya koordinasi yang baik dan fokus. Bahwa perlu peningkatan kinerja pasti dibutuhkan, tapi jangan kabinet disalahkan karena penurunan ekonomi. Pada 2004 pertumbuhan ekonomi 4%, lalu ujungnya hampir 7%. Pak SBY turun 4,5% waktu 2009 akibat krisis Amerika. Siapa? Itu orang [kabinet] yang sama. Jadi tidak bisa diklaim ini harus reshuffle.
Artinya sekarang tidak perlu reshuffle?
Saya tidak katakan tidak perlu, tapi kadang-kadang kita bicara itu tidak enak juga sama teman. Kita ngomong kau bodoh, padahal tidak. Kan begitu.
Ada yang disinyalir memiliki kinerja kurang baik?
Ya siapa sih orang sempurna semuanya, kita tidak ada yang berpretensi sempurna.
Bagaimana kinerja menteri bidang ekonomi menurut Bapak?
Seperti saya sampaikan, kalau tim ekonomi tiap pekan rapat, membuat program. Kenapa lama benar? Koordinasi yang harus diperbaiki supaya jangan berbeda-beda. Kadang-kadang memeriksa sampai bicara satu per satu, ke presiden juga laporannya. "Eh Bulog, kenapa kau beli hanya sekian?" Mesti begitu.
Simak Wawancara Selengkapnya di Sini
Baca juga:
Inilah Pendapat Jusuf Kalla Tentang Pilkada, KPK, dan Potensi Konflik
Begini Pandangan JK Soal Anggaran, Pajak, serta Suku Bunga
JK Bicara Blak-blakan Soal Ketahanan Pangan, Energi, serta Proyek Listrik
Beginilah Komentar Jusuf Kalla Mengenai Reformasi Birokrasi
Pewawancara: Lavinda, Sri Mas Sari, Ana Noviani, Aprilian Hermawan, Yosep Bayu Widagdo, Adhitya Noviardi & Arif Budisusilo.