Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Perindustrian menyatakan tengah menyiapkan kebijakan pembangunan industri baja hilir setelah Kementerian Keuangan menyatakan telah menandatangani beleid kenaikan tarif bea masuk most favourable nations dari 0%-5% menjadi maksimal 15%.
"Setiap kebijakan itu ada plus dan minusnya, maka nanti akan dikeluarkan kebijakan untuk membangun industri hilir. Intinya jangan sampai kebijakan penaikan BM MFN justru menekan industri lainnya," ujar Saleh Husin, Menteri Perindustrian kepada Bisnis.com, Senin (25/5/2015).
I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin, mengatakan dikeluarkannya kebijakan ini untuk membangun keseimbangan industri baja dalam negeri.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada, sejumlah solusi untuk menekan kenaikkan baja MFN adalah pengiriman barang dari negara yang telah menjalin kerja sama perdagangan bebas atau free trade agreement dengan Indonesia.
Dalam kajian itu dijelaskan penaikan BM MFN akan berdampak pada peningkatan inflasi sebesar 0,28%. Oleh karena itu, inti dari kebijakan ini adalah pengusaha tidak boleh menaikan harga setinggi-tingginya melainkan untuk meningkatkan utilisasi yang saat ini tersisa 40%.
"Ini akan dikaji setiap dua tahun. Kebijakan ini bukan seperti kitab suci yang tidak dapat diubah, kita lihat dulu apa efeknya, jika berakibat negatif maka dapat diubah. Jika pengusaha tidak ingin mendapatkan harga tinggi, maka gunakan produk dalam negeri," ujarnya.
Putu menjelaskan, selain menetapkan batas bawah BM MFN sebesar 15%, batas atas untuk baja hilir dalam kebijakan ini ditetapkan sebesar 17,5%. Kendati terindikasi akan timbul kegaduhan antara industri hulu dan hilir, pihaknya berjanji akan segera mencari solusi.
Menurutnya masalah utama dalam industri baja nasional adalah produksi dalam negeri yang belum mampu memenuhi permintaan pasar. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi obat sementara serta mendorong industri menaikkan utilisasi.