Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian menyatakan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta melemahnya daya beli konsumen dalam negeri telah menekan penjualan industri makanan dan minuman pada kuartal I/2015 sebesar 10%.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, mengatakan melihat tren penurunan penjualan industri mamin pada periode ini, maka, pertumbuhan penjualan sepanjang 2015 diperkirakan lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 9%.
“Walaupun turun tetapi masih tumbuh positif. Kami masih mencari penyebab-penyebab lainnya, tetapi secara keseluruhan jika tahun ini pertumbuhan penjualan industri mamin bisa menyamai tahun lalu, itu sudah hasil yang baik,” tuturnya di Gresik, akhir pekan lalu.
Menurutnya, pertumbuhan industri mamin harus terus dijaga, karena, saat ini kontribusi industri makanan dan minuman di dalam produk domestik bruto sektor industri nasional yang sebesar 21% mencapai 40%
Saleh Husin, Menteri Perindustrian, mengatakan kendati penjualan industri mamin di awal tahun mengalami penurunan, momentum bulan Ramadan yang akan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan dipastikan dapat meningkatkan permintaan produk makanan dan minuman.
Dia mengatakan, untuk mempertahankan pertumbuhan industri mamin dalam negeri, pelaku usaha harus melakukan produksi barang dari hulu ke hilir, yakni, produk bahan baku harus diproduksi di dalam negeri sehingga tidak ketergantungan dengan impor.
Pemerintah, lanjutnya, terus mendukung pertumbuhan industri mamin, mengingat kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto cukup tinggi. Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah perizinan impor garam industri dan gula rafinasi yang notabenenya belum dapat diproduksi di dalam negeri.
“Impor ini harus kita terima secara terbuka, mengingat dengan impor tercipta efek ganda luas. Misalnya total impor garam pada 2013 senilai US$110 juta, tetapi nilai ekspor atas mamin yang menggunakan garam mencapai US$5 miliar,” tuturnya.