Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dan Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) beda pendapat kontra denga Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) soal SVLK.
Kemen LHK dan Asmindo mendukung penerapan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk industri kayu ataupun produk kayu.
Namun, Amkri masih menolak pemberlakuan kebijakan tersebut apalagi untuk industri kecil dan menengah karena prosesnya dirasa mahal sehingga memberatkan IKM.
Direktur Bina Usaha Kehutanan Kemen LHK Dwi Sudharto menampik penilaian tersebut. Biaya yang mahal bisa jadi karena pemrosesan SVLK dilakukan lewat pihak yang tidak resmi. Padahal secara umum kisaran biayanya Rp6 juta-Rp19 juta.
"Kalau ada calo tidak benar, langsung hubungi asosiasi. Dari pemerintah itu gratis untuk IKM, kalau pelaku usaha besar bayar sendiri," ujar Dwi seusai Pameran International Furniture & Craft Fair Indonesia (IFFINA), di Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Kalaupun proses pengurusan SVLK lambat, imbuh dia, biasanya disebabkan pelaku usaha belum punya izin industri dan dalam mengurusnya relatif lambat dengan kata lain penghambatnya ada di tingkat pemerintah daerah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) mencanangkan mulai 1 Januari 2016 seluruh perdagangan produk kayu diharapkan memenuhi standar SVLK. Sertifikasi ini diyakini mampu menjawab tren perdagangan internasional yang mewajibkan eksportir kayu dan produk kayu punya bukti legalitas bahan baku.