Bisnis.com, JAKARTA - Badan Anggaran DPR berkukuh mempertahankan penyertaan modal negara Rp39,9 triliun untuk 35 BUMN dengan alasan demi menjaga postur APBN Perubahan 2015 yang sudah disepakati dengan pemerintah.
Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit mengatakan keputusan Komisi VI menetapkan PMN Rp43,3 triliun bisa mengubah postur secara keseluruhan. Padahal Banggar dan pemerintah sebelumnya telah menyepakati postur revisi APBN 2015.
Banggar, tutur dia, tidak melampaui kewenangan karena Komisi VI dalam surat yang dilayangkan kepada Banggar, Kamis (12/2/2014), mempersilakan badan yang dipimpinnya membahas lebih lanjut keputusan komisi.
"Jadi, kalau ada perubahan pagu yang sudah ditetapkan di sini oleh komisi-komisi terkait, tentu konsekuensinya kita harus mengubah postur. Nah, itulah yang agak sulit bagi Banggar untuk melakukan perubahan karena postur bisa berubah semua," katanya, Jumat (13/2/2015).
Namun, tidak sekadar memangkas PMN kembali menjadi Rp39,9 triliun, Banggar juga mencoret Krakatau Steel dari rencana penyuntikan modal Rp956,5 miliar yang disetujui Komisi.
Sebaliknya, alat kelengkapan DPR itu memunculkan kembali penyertaan modal PT Djakarta Lloyd Rp350 miliar yang ditolak Komisi.
Ahmadi beralasan Krakatau Steel tidak berhak mendapatkan suntikan karena emiten berkode KRAS itu harus menyelesaikan dulu masalah laporan keuangannya.
Pemerintah dalam usulannya kepada DPR menyampaikan PMN kepada KRAS akan digunakan untuk mengonversi penyelesaian kewajiban setoran bagian laba perseroan kepada pemerintah pada 2011 yang merupakan salah satu rekomendasi BPK atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) 2012.
Langkah itu akan meningkatkan jumlah lembar saham pemerintah sebelum initial public offering (IPO) serta memperjelas hak pemegang saham lama (pemerintah) atas laba perusahaan sebelum masuknya pemegang saham publik melalui penjualan saham perdana.
"Saat listing, mereka dalam pembukuannya mengatakan ada uang Rp950 miliar itu. Setelah selesai segala macam, tiba-tiba uang itu tidak ada. Ya harus diselesaikan sendiri dulu dong. Masak APBN mau mengganti uang yang lenyap begitu saja," ungkap Ahmadi.
Soal Djakarta Lloyd, Ahmadi menyerahkan pencairan suntikan kepada Komisi VI dan Komisi XI. Jika berdasarkan penilaian kedua komisi ini perusahaan pelayaran tidak layak, perseroan bisa batal mendapatkan PMN.
"Itu sudah sering kami lakukan, misalnya Hutama Karya di tahun-tahun sebelumnya. Tiga kali berturut-turut pembahasan, itu pagunya sudah kami siapkan, kemudian komisi dalam perjalanannya mengatakan tetap belum bisa dilaksanakan. Ya akhirnya tidak jalan," ujarnya.