Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian menginginkan evaluasi ulang dalam kemitraan ekonomi dengan Jepang turut menyoroti keefektifan fasilitas pembebasan bea masuk untuk industri berbasis baja.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan produk baja yang ternyata tidak efektif dimasukkan dalam kelompok User Specific Duty Free Scheme (USDFS) akan dikeluarkan.
"Kami akan evaluasi melihat kapasitas industri baja nasional. Kalau selama ini sudah produksi, kami mungkin lihat lagi dari segi volume, akan kami kami teruskan atau tidak di US-DFS," tuturnya, Senin (9/2/2015).
Kriteria barang dalam USDFS, yaitu produk bersangkutan tidak diproduksi di dalam negeri. Sekalipun dibuat industri domestik jumlahnya terbatas dan spesifikasinya khusus.
User dalam fasilitas ini adalah manufacture and steel service center di sektor otomotif dan komponen, elektronik, mesin konstruksi dan alat berat, serta peralatan energi.
Harjanto menilai USDFS perlu ditilik lebih jauh karena tidak semua terpakai secara optimal.
USDFS adalah pembebasan bea masuk dari pemerintah untuk sejumlah produk impor dari Jepang.
Fasilitas disediakan untuk merangsang perkembangan empat cabang industri di atas.
Penetapan tarif bea masuk dalam rangka USDFS diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/PMK.011/2008.
User dalam hal ini adalah usaha berbadan hukum di Indonesia yang layak mendapatkan fasilitas USDFS sesuai surat keterangan verifikasi industri.
Perindustrian ingin pemanfaatan USDFS kelak lebih banyak terkait dengan aktivitas korporasi yang dipayungi Manufacturing Industry Development Center (MIDEC).
Pusat pengembanngan ini meliputi 13 subsektor industri. Pada 2008-2012 impor yang memanfaatkan USDFS totalnya US$ 2,05 miliar.