Bisnis.com, JAKARTA—Guna merealisasikan target pembangunan 1 juta rumah bersubsidi pada tahun ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kembali menggaet Bank Dunia untuk berpartisipasi.
Bak gayung bersambut, pihak Bank Dunia bakal membantu penyediaan rumah di Indonesia setelah 16 tahun absen.
Pasalnya, biaya yang dibutuhkan pemerintah untuk membangun 1 juta rumah diprediksi menelan Rp62triliun. Namun hingga saat ini dana yang terkumpul dari beberapa sumber pendanaan baru mencapai Rp18,6 triliun.
Adapun rinciannya antara lain dana Kementerian PUPR Rp8,6 triliun, dana FLPP Rp5,1 triliun, Dana BPJS Ketenagakerjaan Rp2,4 triliun, dana Bapetarum Rp2 triliun dan dana Perumnas Rp500 miliar.
“Masih kurang sekitar Rp40 triliun lagi, itu yang sedang kami usahakan diantaranya dengan bantuan World Bank,” kata Deputi Bidang Pembiayaan Perumahan Maurin Sitorus saat ditemui Bisnis di Gedung Kementerian Perumahan Rakyat pekan ini.
Dia menerangkan keikutsertaan World Bank kali ini merupakan yang ketiga kalinya sejak 1986 dan berhenti pada 1999. Bank yang berkantor pusat di Washington itu membantu pembiayaan perumahan melalui sistem pinjaman pada periode 1986-1991 dan 1991-1996 bersama dengan bank pelaksana di indonesia, dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
World Bank kembali tertarik membantu sektor perumahan di Indonesia sejak diinisiasi program 1 juta rumah per tahun dengan skema kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP).
“Mereka [World bank] sudah positif membantu tetapi belum mengungkap berapa pinjamannya. Mereka harus konsultasi kembali ke pusat. Setelah itu, kami akan menggelar rapat lagi,”ujarnya.
Selain World Bank, dana pembangunan 1 juta rumah juga diusahakan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan asing lainnya seperti Asian Development Bank (ADB) International Finance Corporation (IFC) dan Japan International Cooperation Agency (JICA).