Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Tuna Indonesia berharap pemerintah merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no.57/2014 tentang larangan alih muatan atau transhipment.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN) Eddy Yuwono mengatakan larangan transhipment sebaiknya diberlakukan untuk alih muatan yang dilakukan dan langsung bertujuan ke luar negeri tanpa didaratkan di dermaga setempat.
Apabila bagian itu direvisi, dia mengatakan pemerintah masih bisa memantau modus pencurian ikan dengan memaksimalkan teknologi vessel monitoring system (VMS) yang dimiliki Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
“Harus ada pengecualian. Karena kita menjaga kualitas dan efisiensi,” katanya kepada Bisnis, (21/1/2015).
Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Pengalengan Ikan Ady Surya mengatakan penurunan pasokan tuna yang ditangkap karena larangan transhipment telah membuat salah satu pabrik pengalengan ikan di Bitung, Sulawesi Tenggara tidak mampu memenuhi kontrak bisnisnya.
Dampaknya, pabrik pengalengan tersebut terkenal penalty miliaran rupiah dan berakibat pada kontrak baru dibatalkan. Menurutnya, hal tersebut dapat mengancam eksistensi pengalengan ikan Indonesia mengingat periode Masyarakat Ekonomi Asean sudah dekat.
“Silahkan saja mungkin KKP, pemerintah bisa mengoperasikan pabrik yang tidak ada bahan bakunya,” katanya.