Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komite Tetap Pengembangan Pasar Pertanian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Karen Tambayong mengatakan, UU Holtikultura Nomor 13 Tahun 2010 menjadi kendala investasi dalam bisnis holtikultura di Indonesia.
"Dalam Pasal 100 ayat 3 disebutkan bahwa penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30 persen, ini sangat bertentangan dengan kebutuhan perbenihan holtikultura saat ini yang 70% masih disuplai oleh penanaman modal asing (PMA) yang sudah beroperasi di Indonesia sejak 25 tahun lalu," ujarnya di Jakarta, Jumat (9/1/2015).
Pembatasan investasi tersebut, katanya, akan berdampak pada banyaknya benih impor dan produk holtikultura segar karena tidak tersedianya benih dan produk segar dalam negeri.
"Perusahaan dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan benih dan produk holtikultura saat ini padahal kebutuhan tersebut akan terus meningkat 10%-15% setiap tahunnya," katanya.
Karen menilai implementasi atas UU tersebut juga akan menimbulkan potensi kerugian, seperti 10 juta petani pengguna benih kehilangan akses benih berkualitas, 45.000 petani produsen benih kehilangan kemitraan, hilangnya transfer teknologi, hilangnya peluang ekspor, dan ribuan karyawan kehilangan pekerjaan.
"Sejumlah 70% PMA di Indonesia seluruhnya menggunakan jasa karyawan lokal, sehingga UU ini akan berdampak pada meningkatnya angka pengangguran di sektor pertanian," tuturya.
Berdasarkan data Kadin Indonesia, kebutuhan benih dan produk holtikultura pada 2014 sebanyak 14.000 ton dengan konsumsi sayuran nasional mencapai 40 kilogram per kapita. Tingkat konsumsi tersebut masih jauh di bawah standar yang ditetapkan Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu 70 kilogram per kapita/tahun.