Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian siap merekomendasikan dua opsi insentif lagi kepada Kementerian Keuangan untuk merangsang minat investasi ke Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari menyebutkan satu insentif yang diusulkan adalah produk lama untuk diperbarui sedangkan yang lainnya berupa percepatan prosedur.
Kementerian Perindustrian masih mengkaji di internal kementerian belum mengajukannya kepada Kemenkeu.
Rekomendasi yang dimaksud pertama adalah fasilitas Bapeksta Keuangan (Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan Data Keuangan), kedua berupa percepatan proses restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
Bapeksta sendiri pernah diberlakukan pada awal 2000-an lantas dicabut karena ditemukan adanya kasus eksportir bodong.
"Ada beberapa skema insentif, contohnya Bapeksta dan percepatan restitusi bea masuk. Restitusi ini biasanya sembilan sampai 12 bulan," ungkapnya, Kamis (18/12).
Bapeksta merupakan insentif perpajakan berupa keringanan bea masuk yang diberikan kepada pelaku industri dengan orientasi ekspor tak langsung (indrect export).
Di Indonesia terdapat sejumlah industri yang memproduksi suatu barang berbekal bahan baku impor. Produksi mereka kemudian diserap sektor lain kemudian dijual ke luar negeri.
Sementara restitusi PPN menjadi perhatian karena selama ini pelaku industri tak maksimal menikmati insentif ini. Prosesnya memakan waktu sembilan hingga 12 bulan, oleh karena itu Kemenperin hendak meminta agar maksimal dalam tiga bulan sudah bisa direstitusi.
Perindustrian sebelumnyapun sempat mengemukakan revisi Undang-undang No. 8/1983 yang didalamnya mengatur PPN sangat dibutuhkan. Pengenaan PPN atas barang kini dinilai tidak singkron terutama untuk produk transaksi di dalam negeri dan ekspor.
"[Di tengah sejumlah tantangan makro ekonomi] yang terpeting bagaimana bisa mendorong investasi dan ekspor serta menjaga konsumsi agar orang jangan sampai berhenti belanja," ucap Ansari.
Insentif dinilai sebagai salah satu cara agar calon investor dari dalam negeri maupun asing tertarik membenamkan kapital di Indonesia.
Tanpa kelonggaran pajak hal ini dinilai sukar terlaksana mengingat Indonesia terus dilingkupi berbagai masalah lain yang menurunkan daya tariknya, mulai dari tak merata infrastruktur hingga panjangnya birokrasi perizinan yang berujung kepada ekonomi biaya tinggi.