Bisnis.com, SEMARANG - Pelaku ekspor dan impor di Jawa Tengah menghentikan aktivitas produksi mengingat nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kian memuncak.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia Eddy Raharto mengatakan pelemahan nilai rupiah tidak serta merta menguntungkan eksportir.
Pasalnya, sebagian besar eksportir di Jateng merupakan pelaku industri tekstil dan produk tekstil yang bahan bakunya bergantung pada impor, seperti kapas.
“Fluktuasi rupiah ini pengaruhnya sangat besar. Kami sementara menyetop aktivitas produksi,” kata Eddy kepada Bisnis, Kamis (18/12/2014).
Dia mengatakan kontribusi impor bahan baku pada produk tekstil mencapai 90%, sehingga pelaku usaha eksportir tetap terkena dampak yang cukup signifikan. Belum lagi, ujarnya, pelaku usaha garmen mendapat tantangan berat akibat kenaikan upah minimum regional dan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang terkerek naik.
Eddy menerangkan keuntungan pelaku eksportir tidak seimbang dengan dampak pelemahan rupiah yang berimbas sekitar 20%.
“Misalkan, pelaku eksportir mendapatkan keuntungan hanya 10%, ya tutup sudah,” terangnya.
Pihaknya meluruskan anggapan dari kalangan masyarakat luas bahwa pelaku eksportir mengambil keuntungan besar saat rupiah melemah. Kenyataannya, ujar Eddy, pelaku eksportir yang tidak bergantung pada bahan baku impor dipusingkan dengan buyer yang menuntut potongan harga atau diskon.
“Buyer kami itu tidak bodoh. Tahu rupiah melemah, mereka minta potongan harga. Kan sama saja,” ujarnya.
Disisi lain, Eddy mengatakan importir biasanya telah menyetujui kontrak mendatangkan barang dengan jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu, pada kurs tertentu yang telah disepakati.