Bisnis.com, GRESIK - Perusahaan produsen makanan dan minuman berbahan baku cokelat, Cargill, menanamkan investasi senilai US$100 juta untuk membangun pabrik pengolahan biji kakao di Gresik. Pabrik ini diproyeksikan menciptakan lebih dari 300 lapangan pekerjaan baru.
"Total kapasitas pemrosesan pabrik terbesar se-Asia Pasifik ini adalah 70.000 metrik ton. Pembangunannya untuk memproduksi bubuk kakao premium merek Gerkens, kakao jenis liquor dan butter berkualitas tinggi," kata President Cargill Cocoa and Chocolate Business di Eropa Timur Tengah, Asia, dan Afrika, Jos de Loor, di sela-sela peresmian pabrik kakao di Gresik, Rabu (10/12/2014).
Pabrik Cargill ini diresmikan oleh Menteri Perindustrian, Saleh Husin. Dengan adanya fasilitas berteknologi tinggi di wilayah Jatim maka Cargill berharap pelanggan dapat meraih manfaat dari solusi terbaik yang sesuai cita rasa konsumen Asia, khususnya bagi masyarakat di Tanah Air.
"Untuk itu kami akan terus berinovasi dan memberikan nilai tambah terhadap produk. Apalagi kami telah membeli biji kakao dari Indonesia sejak 1995 dan berkomitmen untuk mendukung produksi pertanian berkelanjutan," ujarnya.
Selain itu, pihaknya bekerja sama dengan pemerintahan, masyarakat, dan para mitra untuk membangun industri kakao Indonesia. Adapun biji kakao yang diproses di pabrik Cargill di Gresik sebagian besar akan dipasok dari Sulawesi.
"Khususnya berasal dari perkebunan kakao yang merupakan sumber pendapatan utama bagi ratusan ribu keluarga," katanya.
Jos de Loor optimistis dengan dibangunnya pabrik itu sekaligus memperkuat upaya untuk mendukung produksi kakao yang berkelanjutan di Indonesia. Bahkan sebagai bagian dari Cargill Cocoa Promise yakni komitmen global perusahaan untuk memperbaiki kesejahteraan para petani, keluarga, dan masyarakat mereka.
Sertifikat
Cargill berencana memberikan pelatihan bagi 4.500 petani kakao di Farmer Field Schools yang baru dibuka Kabupaten Bone dan Soppeng.
Presiden dan Chief Executive Officer Cargill, David MacLennan menargetkan 2.000 petani yang ikut pelatihan memperoleh sertifikat berkelanjutan independen. "Hal itu juga mendukung Suistanable Cocoa Production Program (SCPP)," katanya.
Selain itu, program kemitraan yang meliputi Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO), Suistanable Trade Initiative (IDH), Kedutaan Besar Kerajaan Belanda (EKN), Swisscontact, dan perusahaan swasta untuk memberikan pelatihan dan bantuan teknis bagi petani kakao Indonesia di Kabupaten Bone dan Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.
"Fasilitas baru ini akan melengkapi jaringan global pengadaan kakao di Indonesia. Hal itu ditunjang keberadaan 12.000 karyawan dalam kegiatan bisnis yang meliputi pakan ternak, kakao, biji-bijian, kelapa sawit, kopra, dan pemanis," katanya.