Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI FURNITUR: Banyak Kendala, Produk Lokal Kalah Bersaing

Selain ketergantungan impor bahan penunjang, produsen furnitur juga merasa bisnisnya terhambat tingginya biaya kredit perbankan dan biaya logistik, serta ketidaktegasan pemerintah.

Bisnis.com, JAKARTA--Selain ketergantungan impor bahan penunjang, produsen furnitur juga merasa bisnisnya terhambat tingginya biaya kredit perbankan dan biaya logistik, serta ketidaktegasan pemerintah.

Persoalan tersebut pada akhirnya menjadi ganjalan bagi perkembangan bisnis di sektor furnitur sendiri. Walhasil daya saing produk furnitur dan kerajinan berbasis kayu, rotan, plastik, bambu, dan lainnya tak hanya lemah di pasar domestik melainkan pula global.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Abdul Sobur mengatakan bunga pinjaman bank di Tanah Air terasa lebih mencekik ketimbang kredit perbankan di negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Kalangan perbankan Negeri Gajah Putih mematok bunga sekitar 7%, Malaysia 4%, sedangkan Indonesia 14% - 15%.

"Kalau berantem [bersaing], dari segi bunga bank saja kita sudah tewas. Bunga bank terlalu tinggi. Pemerintah mendatang harus bisa reduce ini," ucapnya, Kamis (9/10/20014).

Biaya logistik yang mahal juga menjadi sorotan meskipun masalah ini sebetulnya dirasakan seluruh sektor bisnis. Contohnya, proses distribusi barang di negara lain mungkin cuma menghabiskan US$60 tetapi di Indonesia bisa mencapai US$120.

Berdasarkan data Bank Dunia pada 2014 yang diolah Kementerian Perindustrian diketahui peringkat daya saing sektor logistik berada di urutan ke-55 dari 189 negara. Padahal Malaysia dan Thailand dapat ranking 27 dan 36.

Fokus utama Amkri mengenai hambatan terkait kebijakan pemerintah ialah soal ekspor bahan baku dan protes terhadap sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Produsen menuntut jaminan bahan baku untuk jangka panjang.

Ketua Umum Amkri Soenoto menilai penghentian ekspor bahan baku  sebagai kebijakan strategis yang membantu mengamankan pasokan bahan baku.

Produk yang mesti dijual ke luar negeri harus barang olahan yang bernilai tambah tinggi, seperti mebel dan kerajinan. Oleh karena itu pelarangan ekspor log kayu dan rotan, maupun pengecilan luas penampang kayu olahan yang dapat diekspor perlu terus dilanjutkan.

"Jangan sampai pasar bebas Asean 2015 cuma membuka dua pintu bagi kita, yakni ekspor bahan baku lalu mengimpor barang jadi," ucap Soenoto.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper