Bisnis.com, BANDUNG -- Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat meminta pemerintah lebih ketat mengawasi pemberlakuan sistem outsourcing di perusahaan.
Apindo beralasan selama ini penerapan sistem outsourcing di beberapa perusahaan sering disalahgunakan sehingga berimbas negatif terhadap kegiatan produksi antara pengusaha dan buruh.
Wakil Ketua Apindo Jabar Ari Hendarmin menilai selama ini banyak yang tidak paham mengenai sistem outsourcing, sehingga menyebabkan polemik berkepanjangan antara buruh dan pengusaha.
“Penerapan outsourcing sekarang sudah terlanjur beristilah negatif karena kurangnya pengawasan dari pemerintah,” katanya kepada Bisnis, Jumat (3/10).
Dia menilai selama ini pengawasan pemerintah sangat lemah, itu dibuktikan dengan jumlah pengawas di setiap kabupaten/kota yang hanya sebanyak 1 orang.
Padahal, lanjutnya, dengan kondisi di beberapa kabupaten/kota yang memiliki ratusan perusahaan dibutuhkan pengawas yang mencapai puluhan orang.
“Di kabupaten maupun kota biasanya hanya satu orang, bagaimana bisa menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan?”
Ari menjelaskan, sebenarnya sistem outsourcing diterapkan untuk mewujudkan efisiensi terhadap kegiatan inti perusahaan. Sistem outsourcing muncul karena tuntutan persaingan ketat dalam persaingan bisnis di era globalisasi.
Namun, lanjutnya, selama ini banyak perusahaan yang salah menilai, bahwa sistem tersebut diterapkan untuk menurunkan cost produksi. Hal ini berimbas pada perusahaan yang bisa membayar upah tenaga kerja dengan murah.
"Yang dimaksud efisien dan hasil produksi maksimal itu bukan terjadi pada sistemnya. Namun pandangan pengusaha dan pemerintah bila pekerja bisa dibayar murah, itu yang salah,” ujarnya.
Adapun keinginan buruh outsourcing untuk diangkat menjadi karyawan tetap, katanya, tidak mungkin berlaku di era sekarang apalagi pasar bebas Asean tahun depan.
“Sekarang eranya outsourcing karena menyangkut daya saing. Kalau buruh sudah memiliki keterampilan akan gampang tidak akan sulit untuk mencari pekerjaan,” ujarnya.
Dia menjelaskan dunia bisnis sangat susah untuk mengangkat karyawan tetap ke depannya karena berbenturan dengan daya saing global.
“Kalau perusahaan tutup tidak berdaya saing tidak bisa membayar buruh yang akhirnya menimbulkan PHK. Daya saing sekarang bukan lagi dalam negeri tapi juga luar,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penempatan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Jhony Dharma mengatakan penerapan rekrutmen tenaga outsourcing harus sesuai aturan.
“Kalau berdasarkan lima jabatan yang diizinkan tidak masalah, tetapi untuk operator produksi itu yang tidak boleh,” katanya.
Dia mengakui selama ini pengawasan terhadap perusahaan mengenai penerapan sistem outsourcing tidak ketat.
Namun demikian, pihaknya terus mengoptimalkan pengawasan agar penerapan sistem tidak melenceng.
“Pengawasan kurang ketat banyak terjadi penerapan sistem yang tidak sesuai peruntukannya. Akan tetapi, kami terus membenahi pengawasan itu menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.