Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia memberi sinyal dosis pengetatan moneter akan dikurangi ketika defisit transaksi berjalan menyempit ke level 2,5% terhadap produk domestik bruto.
Arah kebijakan moneter itu disampaikan Gubernur BI Agus Martowardojo kepada wartawan, Kamis (21/9). Di samping transaksi berjalan, inflasi yang stabil di kisaran 4,5% plus minus 1 akan menjadi pertimbangan.
"Kami melihat ada perbaikan dibanding 2013 yang 3,3% (terhadap PDB), tetapi perbaikannya ada di kisaran 3% atau di atas 3%. Kita harus terus berusaha menyehatkan agar itu menjadi di kisaran yang sustainable (berkelanjutan), yaitu 2,5%," katanya tanpa bersedia menyebut jangka waktu.
Saat dipastikan apakah keberhasilan mencapai angka itu akan serta-merta membuat BI melonggarkan kebijakan moneter, Agus mengatakan bank sentral tentu mempertimbangkan pula data ekonomi yang lain.
Mantan menteri keuangan itu mengemukakan tekanan defisit transaksi berjalan selama ini bersumber dari subsidi BBM yang besar. Subsidi BBM itu pula yang selama ini ikut menyandera APBN dan membuat publik ragu akan kesinambungan fiskal Indonesia.
"Itu perlu disikapi. Itu untuk pula memastikan bahwa Indonesia juga akan terus mempunya inflow di transaksi modal dan finansial yang baik, yang memang kita perlukan," ujarnya.
Seperti diketahui, bank sentral melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan 175 basis poin sejak Juni 2013 dan bertahan di level 7,5% selama 10 bulan terakhir.
Kebijakan penetapan BI rate sejak medio tahun lalu tak hanya ditujukan untuk mengendalikan inflasi, tetapi juga untuk memperbaiki performa transaksi berjalan yang mencapai puncak defisit pada kuartal II/2013 sebesar US$10,1 miliar atau 4,5% terhadap PDB.