Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JAWA-BALI Terancam Krisis Listrik Pada 2016

Ancaman krisis listrik sistem Jawa-Bali yang sebelumnya diprediksi terjadi pada 2018, kini diproyeksikan terjadi pada 2016, karena terlambatnya lima pembangkit berkapasitas total 6.000 megawatt (MW).
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Ancaman krisis listrik sistem Jawa-Bali yang sebelumnya diprediksi terjadi pada 2018, kini diproyeksikan terjadi pada 2016, karena terlambatnya lima pembangkit berkapasitas total 6.000 megawatt (MW).

Kelima pembangkit tersebut yaitu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Sumsel 8 2x600 MW, PLTU Sumsel 9 2x600 MW, PLTU Sumsel 10 1x600 MW, PLTU Batang 2x1.000 MW, dan PLTU Indramayu 1x1.000 MW.

Direktur Konstruksi dan Energi Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Nasri Sebayang mengatakan krisis listrik terjadi karena menurunnya kapasitas cadangan (reserve margin).

“Kalau margin space sudah berkurang itu memang sudah terjadi krisis Hati-hati lho Jawa-Bali itu krisis pada 2016,” katanya seperti dikutip Bisnis, Kamis (14/8/2014).

Menurutnya, kondisi kapasitas cadangan Jawa sekarang hanya mencapai 27-28% terhadap daya mampu netto, padahal idealnya harus mencapai 30%.

Sebagai ilustrasi, cadangan ideal mestinya mencapai 9.000 MW mengingat daya mampu pada sistem Jawa-Bali saat ini mencapai 31.400 MW. Sementara beban puncak di Jawa mencapai 23.400 MW sehingga hanya tersisa 8.000 MW atau sekitar 26%.

Berdasarkan dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2013-2022, reserve margin terus menurun sampai 18% pada 2015, kemudian menurun hingga 16% pada 2016 dan 2017.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kebutuhan listrik Jawa-Bali yang terus tumbuh rata-rata 7,6% per tahun atau membutuhkan tambahan pembangkit 1.600 MW per tahun.

Khusus untuk Sumsel 8, 9, dan 10, keterlambatan terjadi menyusul ketidakjelasan pembangunan proyek transmisi bawah laut tegangan tinggi arus searah (high voltage direct current/HVDC) Sumatra-Jawa 500 kilovolt (kV).

Proyek kabel bawah laut sendiri mandek di persoalan pendanaan karena terbentur kebijakan pembatasan utang luar negeri yang diberlakukan pemerintah sejak September 2012. Akhirnya, proyek tersebut tidak bisa masuk ke dalam bluebook Bappemas.

Alhasil, dana yang dibutuhkan sebelum melelang proyek itu kurang US$995 juta dari total proyek US$2,12 miliar. “Tapi, kami dapat informasi Presiden sudah menyetujui.”

Sementara itu, PLTU Batang yang digarap PT Bhimasena Power Indonesia-konsorsium J—Power, Itochu, dan PT Adaro Power—terkendala persoalan pembebasan lahan. Hingga saat ini, masih ada sekitar 29 hektar lahan yang belum dibebaskan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengungkapkan berdasarkan rapat koordinasi dengan Menko Perekonomian dan Pemprov Jawa Tengah di Semarang, dipastikan PLTU Batang tidak akan selesai pada waktu yang ditentukan yakni pada 2018-2019.

“Rapat dengan Menko Perekonomian diputuskan akan dicari lahan lain untuk membangun PLTU dnegan kapasitas yang sama,” paparnya.

Lebih jauh, Proyek PLTU Indramayu telah molor dua tahun karena terkendala izin bupati. Nasri memastikan pembangkit tersebut tidak akan dapat menyumbang listrik pada 2016-2018.

“Karena belum ada izin dari bupati, katanya ada masalah sosial,” jelasnya.

Nasri menjelaskan sepanjang 2014-2016 pembangkit listrik yang akan beroperasi hanya PLTU Tanjung Awar-Awar berkapasitas 2x350 MW masuk 1 unit 2014, PLTU Adipala 660 MW beroperasi 2014, dan Cilacap Ekspansi 2x600 MW beroperasi 2015.

“Setelah itu tidak ada yang selesai,” ujarnya.

Dia mengklaim telah melakukan antisipasi mundurnya proyek tersebut dengan membangun dan mempercepat proyek pembangkit yang lain, yaitu PLTGU Muara Karang, PLTGU Muara Tawar, PLTGU Tanjung Priok, PLTGU Gresik, dan PLTGU Grati.

Menurutnya, pembangunan pembangkit gas hanya memakan waktu 28 bulan yang berarti lebih cepat dari pembangkit batu bara. Di luar itu, proyek PLTU Cirebon Ekspansi berkapasitas 1.000 MW bakal dipercepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fauzul Muna
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper