Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah dan Badan Anggaran menyepakati perubahan asumsi makroekonomi dalam rapat pembahasan RAPBN Perubahan 2014, Rabu (11/6/2014) malam.
Rapat yang selesai pukul 21.15 WIB itu memutuskan asumsi nilai tukar rupiah Rp11.600 per dolar Amerika Serikat, lebih optimistis dari usulan pemerintah.
Sementara itu, asumsi pertumbuhan ekonomi disepakati 5,5%, inflasi 5,3%, suku bunga perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan 6%, harga minyak mentah (ICP) US$105 per barel.
Asumsi lifting minyak mentah disepakati 818.000 barel per hari (bph) dan lifting gas 1,22 juta bph setara minyak.
"Kita tetapkan yang optimistis-optimistis sajalah," kata Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit dalam rapat itu.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri hanya berharap rupiah menguat mengingat kesepakatan itu lebih optimistis dari usulan pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN-Perubahan 2014, yakni Rp11.700 per dolar AS.
"Sebelum Pilpres, rupiah ini stabil di kisaran Rp11.400 per dolar AS. Saya berharap kalau politiknya sudah stabil, rupiah kembali menguat," ujarnya seusai rapat.
Dia mengatakan dengan asumsi yang lebih rendah Rp100 itu, maka subsidi energi bisa berkurang sekitar Rp4 triliun. Namun, kurs yang lebih kuat akan menurunkan penerimaan migas sehingga secara neto, defisit anggaran hanya akan menciut Rp1,1 triliun-Rp1,2 triliun.
Meskipun demikian, Chatib belum dapat memutuskan apakah angka yang didapat dari pemangkasan asumsi kurs rupiah itu akan dijadikan pengurang pemotongan belanja K/L yang mencapai Rp100 triliun atau pengurang defisit fiskal. "Itu akan dibahas di panja," tuturnya.
Adapun, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo berpendapat kesepakatan asumsi kurs rupiah itu masih dalam rentang proyeksi BI, yakni Rp11.600-Rp11.800 per dolar AS.