Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi meminta pimpinan Dewan Koperasi Indonesia bersama Menteri Koperasi dan UKM mundur dari jabatannya karena tidak mampu menjaga amanat organisasi perkoperasian.
Suroto, Ketua Umum Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) menegaskan kedua pimpinan organisasi koperasi serta pejabat kementerian terkait dianggap bersalah, karena mengambil inisiatif dalam pembentukan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.
Namun Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan undang-undang itu melalui amar putusan pada 28 Mei 2014. Kedua lembaga itu dianggap tidak mampu menjaga amanat organisasi perkoperasian seperti tertuang pada anggaran dasar organisasi dengan pokoknya menjaga jati diri koperasi.
“Undang-undang itu dianggap bertentangan dengan UUD 1945 secara fundamental karena mencabut asas kekeluargaan dan demokrasi berkoperasi. Sementara untuk mengisi kekosongan hukum, diberlakukan UU lama Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (7/6/2014).
LePPeK sebagai salah satu legal standing pemohon yang tergabung dalam Koalisi Demokratisasi Ekonomi bersyukur UU perkoperasian tersebut dibatalkan karena melanggar jati diri koperasi dan bahkan mendorong pada pengertian koperasi yang salah.
Koperasi adalah perkumpulan orang (people base association) sementara pengertian koperasi menurut UU No. 17 Tahun 2012 itu, diterjemahkan dalam basis pengertian asosiasi berbasis modal (capital base association), yang berarti tidak berbeda dengan perusahaan swasta kapitalistik.
”Jadi jelas, UU tersebut memang melanggar jati diri koperasi dan secara filosofis menyimpang dari dasar koperasi serta cacat secara epistemologis. Bahkan secara ontologis berpotensi menggeser bentuk koperasi menjadi korporasi.”
Pembatalan UU itu sekaligus mengungkap proses pembuatannya memakan waktu kurang lebih 12 tahun dan menghabiskan baya ratusan miliar, bahkan trilunan uang rakyat itu memang syarat kepentingan kolutif. LePPeK berterimakasih kepada MKyang telah menggagalkan upaya kelompok kapitalis menghancurkan benteng terakhir demokrasi ekonomi berbasis koperasi.
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan Kementerian Koperasi dan UKM lalai dan tidak aspiratif terhadap kepentingan anggota koperasi. Bahkan dinilai kontraproduktif karena melawan aspirasi anggota koperasi.
Elit pengurus Dekopin ini juga nyata turut menjadi bagian kepentingan kolutif dari pembentukan UU tersebut. “Kami menghimbau kepada masyarakat agar bersatu mengajukan UU baru untuk mengganti UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang sebetulnya secara substansi dan basis pemikiran sama dan kontinum dari UU yang telah dibatalkan.”
Masyarakat, katanya, musti bersama mengawal kembali proses penyusunan UU baru melalui proses uji legislasi. Setelah itu baru melalui parlemen maupun pemerintah. Sebab Indonesia tidak memiliki mekanisme perwakilan representatif dari gerakan untuk merumuskan regulasi gerakan koperasi.