Bisnis.com, JAKARTA - Aturan pengetatan kredit kepemilikan rumah (KPR) inden bagi rumah kedua dan seterusnya, serta pembatasan loan to value (rasio kredit terhadap aset) dinilai cukup efektif dalam meredam tingkat spekulasi di sektor properti.
Associate Director Consultancy and Research Knight Frank, Hasan Pamudji mengatakan dalam beberapa bulan terakhir terjadi penurunan tingkat investasi properti dengan jangka waktu yang singkat dibandingkan dengan keadaan sebelum adanya kontrol regulasi tersebut.
Hal itu, lanjutnya, didukung dengan pengetatan pengeluaran kredit oleh pihak perbankan di berbagai sektor lainnya.
“Bukan hanya dari segi pinjaman rumah, juga kredit mobil dan segala pinjamannya. Perbankan cukup prudent, juga melihat lokasi dan juga sektornya properti yang akan diberikan kredit,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (14/4/2014).
Berdasarkan segmen kelas, dia mengungkapkan aturan BI memberikan dampak yang cukup terasa bagi kelas bawah sebab disertai tingkat suku bunga yang cukup tinggi.
Sementara untuk kelas atas, dia mengungkapkan tingkat spekulasi di sektor properti cenderung melambat dibandingkan 2013.
Walaupun begitu, dia menilai perlambatan itu tidak terlalu dipengaruhi oleh regulasi BI, sebab juga dipicu oleh berbagai faktor lainnya, seperti kondisi makro ekonomi yang memengaruhi daya beli masyarakat.
“Yang kelas atas tidak mau repot dengan berbelitnya cicilan KPR. Lalu, developer juga punya tawaran insentif pembayaran yang terjangkau bagi pembeli kelas atas,” imbuhnya.