Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RISET OXFARM, Indonesia Bantah Kualitas Pangan Buruk

Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy menyanggah data yang telah dikeluarkan oleh Oxfam International yang menunjukkan kualitas pangan Indonesia yang buruk.
Petani sedang panen gabah/Antara
Petani sedang panen gabah/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy menyanggah data yang telah dikeluarkan oleh Oxfam International yang menunjukkan kualitas pangan Indonesia yang buruk.

Pada pertengahan Januari lalu, lembaga konfiderasi Internasional yang bergerak di bidang penuntasan kemiskinan dan ketidakadilan Oxfam Internasional merilis data mengenai kecukupan pangan pada 125 negara. Hasil penelitian ini menyebutkan Indonesia berada di posisi 83 dari 125 negara.

Dalam indeks yang berisi empat komponen, Indonesia digambarkan memiliki tingkat kesehatan terkait dengan pola makan yang baik, kecukupan pangan yang baik, keterjangkauan pangan yang cukup baik tetapi memiliki kualitas pangan yang buruk.

“Kualitas pangan di Indonesia sudah membaik, tinggal caranya saja meningkatkan gizi masyarakat, itu yang lebih penting,” katanya seperti di kutip Bisnis Indonesia, Minggu (29/3/2014).

Kementerian Kesehatan, lanjutnya, telah mengeluarkan empat pilar gizi seimbang yang bertujuan untuk meningkatkan gizi masayarakat Indonesia.Empat pilar tersebut berisi tentang pola makan yang beraneka ragam, perilaku hidup bersih dan sehat, lakukan aktivitas fisik dan timbanglah berat badan secara teratur.Selain itu, juga dilakukan sosialiasai penguragan gula, garam, dan lemak.

Doddy mengklaim kualitas pangan di Indonesia juga membaik seiring dengan industri makanan dan minuman menerapkan unsur-unsur yang diminta pihak Kementerian Kesehatan.Pelaku usaha produsen mi sudah menerapkan pembuatan bumbu dari minyak sayur dan olahan sayur lainnya.

Pelaku makanan cepat saji, lanjutnya, juga sudah mengurangi penggunaan gula, garam, dan lemak. Mereka juga menggunakan bahan alami dalam proses pembuatan makanan olahan. Misal pelunak ayam kini dengan daun pepaya bukan lagi zat kimia.

Tahap yang paling sulit, diakui Doody ketika menyasar ke industri makanan kecil sektor informal.Pihaknya harus selalu memberikan penyuluhan tentang jajanan sehat dan juga tentang kebersihan.

Kepala BPOM Roy Sparringa mengatakan riset yang dilakukan Oxfam mengenai indeks makanan belum teruji kebenarannya.Menurutnya, riset mengenai makanan yang ada di Indonesia harus dilihat berdasarkan kebutuhan dan tujuan makanan tersebut dibuat. Riset yang sesungguhnya juga harus mengusut hingga sejauh mana bahan baku untuk makanan dipasok.

“Sebenarnya Indonesia tidak terlalu buruk dalam hal kualitas makanan,” katanya membela.

Mengenai kualitas makanan, BPOM mengakui memang harus diperlukan pembicaraan bersama antara pengusaha makanan dan pengusaha penunjang bahan baku makanan dengan pemerintah. Selain itu, lembaga negara tersebut menyadari harus memberikan lebih banyak edukasi pada pengusaha kelas menengah ke bawah agar memanfaatkan bahan penunjang makanan yang aman dikonsumsi.

“Masalah prouksi dan distribusi makanan tidak bisa hanya selesai pada pemerintah tetapi harus ada kerja sama dengan pelaku usaha,” tambahnya. 

Sependapat dengan dua instansi pemerintah tersebut, Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof. Hardinsyah mengatakan dua komponen yaitu  kualitas makanan dan kesehatan terkait dengan pola makan di Indonesia dinilai kurang tepat.

“Riset tersebut diambil dari mana?Apakah Oxfam turun lapangan ke Indonesia atau tidak?Jika mengambil hasil riset yang sudah ada apalagi beberaha tahun yang lalu, ya kurang pas saja,” katanya kepada Bisnis, Senin (24/3/2014).

Bagi Hardinsyah, kualitas makanan di Indonesia tidak buruk dan tidak semua makanan instan itu jelek yang kurang tepat adalah cara makannya dan keberagaman makanan tersebut.

“Kita hidup sekarang memang mencari kepraktisan, mi instan boleh dikonsumsi asal kita juga harus memainkan istilah ragam pangan.Masak mi instan dengan telur dan sayuran,” tegasnya.

Ragam pangan di Indonesia sangat kaya, masyarakat harus bermain dengan itu.Namun sayangnya masyarakat kurang sadar dengan hal tersebut.“Cermin mutu gizi di suatu negara ditentukan oleh konsumsi sayur dan buah.Terlepas dari kualitas makanan yang dirilis Oxfam,” ujarnya.

Jika dilihat dari konsumsi sayur dan buah, gizi orang Indonesia memang kurang.Sebanyak 94% remaja Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah.Hal ini juga menyebabkan tingginya tingkat obesitas di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan sebanyak 32,9% wanita Indonesia mengalami obesitas, menigkat 24% dari tahun sebelumnya.“Riset ini yang mungkin belum terbaca oleh Ofxam yang mengatakan pola makan Indonesia baik-baik saja,” katanya.

Hardinsyah menyarankan untuk memperbaiki pola makan yang penuh gizi dengan mengonsumsi sayur dan buah tropik untuk melengkapi nasi dan lauk berprotein.Sayur dan buah tropik diantaranya bayam, kangkung, sawi, pisang, pepaya, jeruk dan mangga.(Puput Ady Sukarno/Miftahul Khoer/ Deliana Pradhita Sari/ Inda Marlina)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper