Bisnis.com, JAKARTA –Terbitnya regulasi tentang cara penyerahan barang dalam bentuk cost, insurance and freight atau CIF tidak dimaksudkan untuk menyulitkan kalangan eksportir.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono Moegiarso mengatakan eksportir tetap dibebaskan menggunakan term of delivery free on board (FOB) atau cost and freight (CFR), sesuai kesepakatan dengan pembeli (buyer) di luar negeri.
Dengan kata lain, kewajiban mencatatkan biaya asuransi dan jasa pengapalan dalam pemberitahuan ekspor barang tidak bermaksud memaksa eksportir menggunakan cara penyerahan barang dalam bentuk cost, insurance and freight atau CIF.
“Aturan ini tidak akan mengubah proses bisnis ekspor. Pelaku usaha hanya diminta untuk declare freight dan insurance,” kata Susiwijono, Kamis (28/2/2014).
Eksportir pun, lanjutnya, tak perlu repot-repot meminta data asuransi dan jasa kapal kepada buyer untuk keperluan pencatatan.
Kemendag bersama pelaku usaha di sektor jasa terkait telah merumuskan formula penghitungan tarif asuransi dan jasa pengapalan ke sejumlah negara.
Menurut Susiwijono, formulasi itu tercantum dalam lampiran Permendag No 7/2014 yang sayangnya hingga berita ini diturunkan, belum diunggah ke laman Kemendag.
Susiwijono menuturkan data asuransi dan jasa kapal yang direkam otoritas kepabeanan nantinya dapat dimanfaatkan oleh BI untuk menghitung neraca pembayaran Indonesiam, NPI.
“Tapi, soal seberapa besar pengaruh ketentuan ini terhadap industri jasa domestik, itu soal lain. Itu kebijakan berikutnya. Pemerintah bisa bikin kebijakan lanjutan dari sini,” ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan PMK No 41/PMK.04/2014 yang mewajibkan eksportir mencatatkan nilai transaksi ekspor dalam bentuk CIF pada dokumen PEB mulai 1 Maret 2014.