Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Serat Sintetis Turun 3%

Volume produksi serat sintetis atau poliester (polyester staple fiber/PSF) pada 2013 turun 3% sebesar 535.000 ton jika dibandingkan dengan 2012 sebanyak 555.000 ton.

Bisnis.com, BANDUNG—Volume produksi serat sintetis atau poliester (polyester staple fiber/PSF) pada 2013 turun 3% sebesar 535.000 ton jika dibandingkan dengan 2012 sebanyak 555.000 ton.

Sekjen Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wiraswasta menjelaskan turunnya produksi serat sintetis dipicu kenaikan harga bahan baku yang masih impor sebesar 21%.

“Dari sisi konsumsi tidak mengalami penurunan, namun karena bahan baku impor naik banyak beberapa produsen lokal yang tidak mau jual rugi. Banyak dari mereka yang menyimpan stok untuk ke depannya,” jelasnya, Selasa (25/2/2014).

Dia menjelaskan pada 2013 banyak kendala yang membuat produksi industri serat sintetis lokal menurun, dipicu serbuan serat sintetis impor yang dijual dengan harga lebih murah sehingga membuat daya saing ketat.

Menurutnya, kebanyakan serat sintetis yang masuk ke Indonesia didominasi dari China.

“Banyak produsen tekstil yang beralih menggunakan produk impor karena dianggap lebih murah. Kondisi ini membuat harga menurun,” ujarnya.

Sebagai solusi pihaknya bisa mengandalkan antidumping yang akan diperpanjang pada tahun ini, sehingga target produksi pada tahun ini diharapkan mampu lebih besar dibandingkan 2013.

“Untuk solusi, kami punya antidumping dan akan diperpanjang,” katanya.

Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Kevin Hartanto mengatakan impor serat sintetis yang masuk pasar domestik sudah membuat kalah bahan lokal.

“Masyarakat Indonesia itu selalu cari yang murah, tapi tidak lihat kualitas, dan tidak mencoba untuk mencintai produk dalam negeri. Padahal kualitas impor tidak lebih baik daripada lokal,” katanya.

Kevin mengungkapkan kondisi ini lebih buruk dibanding pada tahun 1990-an, dimana pasar domestik masih dikuasai produsen lokal yang mencapai 70%.

Sebaliknya, saat ini justru impor yang menguasai 60% pasar domestik, sementara produsen lokal hanya mencapai 40%.

“Di sini peran pemerintah harus mampu mengendalikan kembali bagaimana caranya pasar domestik bisa dikuasai lagi produsen lokal,” katanya.

Dia menjelaskan kondisi ini akan terus memburuk ditambah dengan rencana penaikan tarif listrik bagi industri kakap yang menghasilkan bahan baku di sektor hulu untuk hilir.

“Kami tidak tahu jika tarif listrik itu dinaikan. Yang pasti, para pengusaha sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” ujar Kevin.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Ari Hendarmin menilai industri tekstil saat ini tengah mengantisipasi kondisi sektor riil ini dengan mengurangi biaya produksi dengan menghilangkan biaya high cost economy agar bisa melakukan efisiensi.

Menurutnya, jika tidak ada upaya dari pemerintah untuk menolong kondisi ini, PHK akan terus terjadi di industri TPT.

"Hal ini akan memicu pengurangan kapasitas produksi dan pengurangan tenaga kerja,” jelasnya.

Apindo mengatakan pemerintah harus memberi perhatian khusus untuk mempermudah skema kredit terhadap produsen TPT yang notabene menyerap tenaga kerja paling banyak di antara sektor industri lain.

“Pemerintah harus bergerak cepat. Karena industri TPT ini merupakan sektor paling banyak menyerap tenaga kerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper