Bisnis.com, MALANG — Harga cengkeh sejak dua pekan lalu melambung menjadi Rp160.000/kg sehingga memukul perusahaan rokok (PR) kecil di Malang.
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan sebelumnya juga sudah tinggi, Rp140.000/kg, namun sejak dua pekan lalu harganya semakin melambung menjadi Rp160.000/kg.
“Kondisi tersebut jelas memukul PR kecil karena biasanya mereka tidak menyetok cengkeh karena persediaan dananya yang terbatas,” kata Heri di Malang, Selasa (11/2/2014).
Kenaikan harga cengkeh dipicu ulah dari pabrikan rokok besar yang terus menyerap cengkeh di pasar dalam jumlah besar.
Dampaknya, karena permintaan cengkeh tinggi maka harganya terkatrol naik, sesuai dengan hukum pasar.
Aksi borong cengkeh kemungkinan juga dipicu perkiraan turunnya produksi komoditas tersebut karena di sentra produksi di Manado terjadi banjir akibat curah hujan yang tinggi.
Manager Wilayah III PT Perkebunan Nusantara XII Malang Benny Waluyo mengatakan kemungkinan produksi cengkeh memang menurun pada tahun ini dipicu tingginya frekwensi hujan.
Akibat sering hujan, banyak bunga cengkeh yang semestinya menjadi buah justru berubah menjadi daun sehingga menurunkan produksi.
Jika harga cengkeh naik, juga masuk akal karena saat ini belum waktunya panen yang baru dimulai pada Maret.
Dengan belum masuknya panen, maka pasokan cengkeh di pasar menjadi kecil sehingga memicu kenaikan harga,
“Untuk 2013, produksi cengkeh di wilayah kami sebenarnya bagus, tidak ada masalah,” ujarnya.
Menurut Heri, selain cengkeh harga tembakau juga ikut naik menjadi Rp50.000/kg, dari harga sebelumnya pada tahun lalu yang berkisar Rp25.000/kg.
Kenyataan itu, jelas memberatkan kalangan PR, terutama untuk mereka yang tergolong PR kecil.
Apalagi pada tahun ini mulai diberlakukan pajak rokok sehingga beban PR kecil semakin berat.
Penetapan pajak rokok sebesar 10% dari tarif cukai, kata dia, jelas memberatkan PR kecil karena harus dibayar di depan. “Lagi pula, PR sebenarnya telah dibebani PPN sehingga mereka membayar pajak ganda,” ujarnya.
Dengan kewajiban membayar pajak daerah di depan, maka praktis PR tidak memperoleh untung karena rokok yang diproduksi belum tentu laku.
Bila dibandingkan PR besar, maka beban pajak rokok untuk PR kecil memang lebih rendah. Namun karena permodalan PR kecil terbatas, maka pajak tersebut tetap membebani pengusaha.