Bisnis.com, JAKARTA - Kendati telah mengantongi restu dari seluruh fraksi di Komisi VI, RUU Perdagangan masih dikecam dan menuai kritik dari banyak kalangan, yang menilai rumusan di dalam draf tersebut berpeluang besar mengancam perlindungan terhadap perdagangan nasional di tengah era liberalisasi.
“RUU perdagangan ni masih mengadopsi aturan perjanjian WTO, sehingga bisa dipastikan RUU ini tidak akan mampu menghentikan dampak buruk perdagangan bebas, seperti ketentuan perlindungan dan pengamanan perdagangan tetap mengacu pada ketentuan GATT tentang anti dumping, safeguard, dan tindakan balasan subsidi,” ujar Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik, Senin (10/2/2014).
Menurutnya, RUU Perdagangan juga tidak dibuat untuk mengoreksi komitmen yang telah diikatkan indonesia di berbagai perjanjian perdagangan bebas yang telah merugikan Indonesia. Bahkan, kata Riza, RUU tersebut dibuat selaras dengan ketentuan-ketentuan perjanjian internasional.
“Oleh karena itu, keterlibatan DPR RI dalam meratifikasi perjanjian perdagangan internasional tidak akan signifikan selama DPR tidak diberikan kewenangan untuk mengevaluasi dan mengoreksi perjanjian perdagangan bebas,” imbuhnya.
Di lain pihak, Ketua Berdikari Indonesia Waskito Giri juga menuntut penundaan pengesahan RUU Perdagangan karena dinilai masih bertendensi pada paham liberalisme dan mengabdi pada mekanisme pasar.
“Ini terlihat dari ketentuan mengenai azas equal-treatment [kesamaan perlakuan] yang memberikan kesetaraan kesempatan dan kedudukan dalam kegiatan usaha pada setiap pelaku usaha [baik nasional maupun asing],” tegas Waskito.
Konsekuensi dari ketentuan itu, lanjutnya, akan menutup ruang bagi pemerintah untuk memberikan proteks kepada pelaku usaha nasional, terutama pelaku usaha kecil dan menengah, yang notabene masih membutuhkan dukungan agar dapat bersaing.”
Selain itu, dia menyoroti persoalan standarisasi barang dan jasa yang dikhawatirkan dapat merugikan posisi kepentingan nasional Indonesia.