Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi neraca perdagangan jasa domestik yang konsisten mengalami defisit sejak 2004 mengisyaratkan ketidakseriusan pemerintah dalam membenahi struktur perdagangan jasa.
Ekonom Indonesian Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani, mengatakan pemerintah harusnya bertindak lebih agresif untuk mengatasi defisit neraca perdagangan jasa yang sudah terjadi sejak lama.
“Kalau dibiarkan terus, tentunya akan membebani transaksi berjalan sehingga defisit neraca transaksi berjalan berpotensi semakin lebar,”ungkapnya kepada Bisnis, Minggu (12/1/2014).
Aviliani menyebutkan setidaknya tiga hal utama yang membuat defisit jasa terus terjadi yakni penguasaan sektor logistik, sektor asuransi dan pertumbuhan waralaba, yang semuanya didominasi oleh asing.
Jika semua dikuasai oleh asing, semua transaksi akan menggunakan dolar AS sehingga banyak dolar AS yang bergerak ke luar negeri sekaligus berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah.
“Selain perkapalan, contoh nyatanya sebagian besar perusahaan asuransi di Indonesia cuma broker, sementara portofolio asuransinya berada di luar negeri. Ini kan nggak benar,” protesnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memutar otak untuk memberikan solusi nyata atas keberlangsungan defisit neraca perdagangan jasa yang dinilainya sangat mengkhawatirkan, misalnya dengan memberikan regulasi yang mendorong pengusaha lokal masuk dalam industri jasa khususnya yang berorientasi ekspor.
Bank Indonesia mencatat defisit neraca perdagangan jasa pada 2012 mencapai US$10,8 miliar sedangkan pada 2013 hingga kuartal III/2013 telah menembus angka US$8,21 miliar.
Ekonom Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty berpendapat persoalan defisit neraca perdagangan jasa tidak boleh disepelekan, apalagi dalam waktu tidak lebih dari satu tahun Indonesia harus menjalani penerapan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).