Bisnis.com, BANDUNG - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat mendesak DPR RI menunda pengesahan revisi Undang-Undang Pesisir karena disinyalir hanya untuk membuka peluang eksploitasi pemodal asing, yang akan mengancam keberadaan nelayan tradisional.
Ketua HNSI Jabar Ono Surono mengatakan subtansi undang-undang itu tidak dijelaskan secara rinci tentang berbagai hak dasar nelayan untuk mengelola pesisir, terutama dalam pengelolaan ikan tangkap.
“Revisi yang dilakukan pemerintah pada awalnya dimaksudkan untuk melindungi dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta sistem ekologinya. Akan tetapi, tujuannya seolah untuk membuka investor asing untuk menanamkan modal lebih besar,” katanya kepada Bisnis, Rabu (18/12/2013).
Pihaknya mengaku sudah membahasnya dengan serikat nelayan di Jabar antara lain dalam revisi UU tetap ada tujuan privatisasi dan pengaplingan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menurutnya, investasi asing berpotensi membuka lebar bagi eksploitasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, serta tidak ada kepastian perlindungan terhadap hak-hak nelayan tradisional.
Seharusnya, lanjut Ono, UU Pesisir memperkuat hak nelayan tradisional untuk mendapatkan kesejahteraan dan mengusulkan rencana pengelolaan, pemanfaatan, serta pembangunan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Jika tetap disahkan, pihaknya akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi agar UU Pesisir dibatalkan. ”Pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang memang menguntungkan nelayan tradisional, bukan asing,” tegasnya.
Dia mengungkapkan, selama ini pengetahuan dan penerapan teknologi bagi nelayan tradisional masih minim, sehingga jika UU diterapkan, akan semakin banyak nelayan yang menggangur.
Saat ini, hasil ikan tangkap di Jabar mencapai 30.000 ton per bulan yang mayoritas masih mengandalkan pasar domestik. Adapun, jumlah nelayan di Jabar mencapai 98.381 orang, terdiri dari nelayan penuh (76,17%) dan nelayan sambilan (23,83%). (Adi Ginanjar Maulana/Wandrik Panca Adiguna)