Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II Tak Komprehensif, Ini Ulasannya

Sejumlah ekonom menilai paket kebijakan ekonomi jilid II masih belum komprehensif karena tak menyentuh sektor energi yang selama ini turut menjadi biang keladi defisit transaksi berjalan

Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah ekonom menilai paket kebijakan ekonomi jilid II masih belum komprehensif karena tak menyentuh sektor energi yang selama ini turut menjadi biang keladi defisit transaksi berjalan.

Sejumlah insentif dan disinsentif yang ditetapkan pemerintah dalam dosis tambahan kebijakan itu bahkan belum cukup meyakinkan pasar.

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Anton H. Gunawan mengemukakan paket kebijakan hanya bicara tentang bagaimana menekan konsumsi barang impor, tidak bicara lebih jauh tentang pengalihan konversi dari bahan bakar fosil ke energi alternatif.

Padahal, pasar menginginkan adanya langkah yang lebih konkret dalam program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas yang selama ini terkendala keterbatasan infrastruktur.

Menurutnya, terobosan di sektor energi tidak cukup hanya konversi solar ke biodiesel. Data Bank Indonesia menyebutkan defisit perdagangan minyak sekitar US$5,8 miliar ikut
menjadi sumber defisit transaksi berjalan US$8,4 miliar pada kuartal III/2013.

“Ekspektasi orang ini akan ada sesuatu ‘wah’ (dari paket kebijakan). Ini okelah karena itu memang yang coba dilakukan, terutama untuk menekan konsumsi, tetapi bagaimana dengan energi misalkan,” katanya, Selasa (10/12/2013).

KETIMPANGAN

Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Tabungan Negara Tbk. Agustinus Prasetyantoko mengatakan kementerian yang menangani sektor riil harus bekerja menindaklanjuti kebijakan fiskal yang dikeluarkan Kementerian Keuangan, terutama pascapenyederhanaan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

Investor, lanjutnya, selama ini melihat ada ketimpangan antara kebijakan fiskal yang gencar dan kebijakan di sektor riil yang lamban.

“Kalau bicara soal ekspor, ya tentu Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Atau kalau mau spesifik ke beberapa komoditas pertanian, seharusnya Kementerian Pertanian juga bergerak. Masing-masing kementerian harus merumuskan kebijakan yang relevan,” ujarnya.

Reformasi di bidang energi dan perburuhan pun menjadi dua hal yang dinanti-nanti inves tor. Di sinilah, menurutnya, perlu koordinasi yang lebih padu di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian.

Ekonom dari Citi Research Helmi Arman kurang yakin akan ke suksesan kebijakan struktural untuk memperbaiki keberlanjutan transaksi berjalan.

Menurutnya, substitusi impor mungkin menunjukkan kemajuan setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengerem impor, tetapi hal itu tidak akan menjadi faktor utama pengubah keadaan.

“Ongkos dari stabilisasi pertumbuhan ekonomi akan lebih signifikan kalau dibarengi dengan reformasi [struktural] yang efektif,” tuturnya.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan Senin (9/12/2013) meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid II untuk mendorong perbaikan transaksi berjalan dengan menaikkan PPh impor dari 2,5% menjadi 7,5% guna menekan impor barang konsumsi nonpangan.

Pada saat yang sama, otoritas fiskal menyederhanakan prosedur KITE guna mendorong ekspor dengan tidak lagi memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan simplifikasi serta otomasi perizinan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Sumber : Bisnis Indonesia (11/12/2013)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper