Bisnis.com, NUSA DUA, Bali - Sebanyak 46 menteri perdagangan atau perwakilannya yang termasuk dalam kelompok G-33 mengadakan pertemuan awal serangkaian Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (KTM-WTO) Ke-9 yang di antaranya menyepakati reformasi di bidang pertanian.
Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan mengatakan KTM WTO membahas sejumlah langkah untuk meningkatan ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan daerah tertinggal di negara-negara berkembang.
“Kelompok G-33 menyepakati dilakukannya reformasi di sektor pertanian dan penyelesaian perundingan Doha Development Agenda (DDA), termasukmengurangi hambatan perdagangan yang dapat menurunkan produktivitas dan daya saing jutaan petani di negara-negara berkembang,” katanya, Senin 2/12/2013).
Terkait reformasi sektor pertanian secara umum, imbuh Gita, pertemuan G-33 juga menekankan perlunya kesepakatan perihal special products (SPs) dan special safeguards mechanism (SSM) yang dapat secara efektif memungkinkan negara-negara berkembang untuk memperhitungkan kebutuhan perkembangan mereka.
Gita menyebut pertemuan menyoroti pula pentingnya konferensi tingkat menteri ini untuk memperkuat peranan WTO sebagai organisasi internasional yang menjamin berfungsinya sistem perdagangan multilateral yang sehat, adil, dan dapat memberikan kepastian bagi perekonomian global.
Kesepakatan lainnya, mengenali pemecahan masalah bersama untuk meningkatkan perundingan ke arah yang lebih jelas dan dapat dicapai, termasuk menekankan pada elemen-elemen dalam perundingan DDA yang dapat menyeimbangkan kepentingan seluruh negara anggota dalam peraturan-peraturan WTO di sektor pertanian.
Solusi di Bali
Menurut Gita, kelompok G-33 menginginkan agar proposal G-33 disepakati, khususnya yang terkait dengan ketahanan pangan. “Proposal ini penting mengingat volatilitas harga bahan pangan dunia semakin tinggi,” katanya.
Kelompok G-33, lanjutnya, berharap agar para anggota WTO lainnya dapat menyetujui proposal G-33. Menurut Mendag, kelompok G-33 kecewa atas kebuntuan yang terjadi di Jenewa dan mengajak para anggota WTO untuk mencari solusi dalam mengatasi kebuntuan tersebut dalam pertemuan KTM ke-9 di Bali kali ini.
“Dalam pertemuan ini, kami melihat kekecewaan mendalam para anggota G-33 karena batas waktu untuk mengurangi subsidi ekspor pada tahun 2013 telah lewat, dan pada akhirnya kesepakatan untuk mengurangi subsidi ekspor tidak dapat tercapai di Bali,” ujarnya.
Pasca-negosiasi WTO di Bali, kelompok G-33 menekankan perlunya menjaga momentum dari pembahasan paket KTM ke-9 yang telah membawa banyak kemajuan di bidang-bidang yang sulit dan sensitif. Isu ketahanan pangan di negara-negara berkembang juga sangat penting, sehingga kelompok G-33 menyerukan perlunya para anggota WTO terlibat dalam mendorong terciptanya solusi jangka panjang pasca KTM ke-9 di Bali.