Bisnis.com, JAKARTA - Beleid pemberlakuan standar nasional Indonesia (SNI) Mainan secara wajib belum dilakukan serius oleh pemerintah. Pasalnya, produk mainan impor yang tidak berlabel SNI masih membanjiri di pasaran dalam negeri.
Ketua Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) Danang Sasongko mengatakan Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-Ind/PER/4/2013 mengenai Pemberlakuan SNI Mainan secara wajib sudah disahkan April lalu. Adapun petujuk teknis aturan ini sudah keluar dan mulai berlaku pada 12 Oktober 2013. Artinya, seluruh produk mainan impor tanpa label SNI yang beredar di pasaran akan ditarik.
Namun kenyataannya, hingga kini belum ada aksi yang dilakukan oleh pemerintah. “Pantauan kami belum ada yang berubah. Baik itu di pasar tradisonal maupun modern. Misalnya di Pasar Gembrong, Kampung Melayu, itu masih banyak,” kata Danang ketika dihubungi Bisnis, Minggu (20/10/2013).
Menurutnya, pemerintah harus lebih intensif turun ke lapangan untuk melihat realisasi dari dikeluarkannya Permen tersebut. Hingga saat ini, lanjut Danang, banyak perajin mainan yang belum mengetehaui adanya beleid ini sehingga pemerintah perlu menggencarkan sosialisasi.
“Sosialisasi juga bukan hanya kepada perajin lokal, seluruh importir juga harus. Agar mereka tidak memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan standar Indonesia, ini untuk menjaga keamanan anak-anak juga,” jelasnya.
Meski pemerintah sudah berteriak akan melaksanakan sosialisasi kepada perajin dan importir, hingga kini pihaknya belum merasa dipanggil untuk diajak sosialisasi mendalam oleh pemerintah. Menurutnya, aturan yang dibuat pemerintah untuk melindungi produk mainan dalam negeri itu pun jadi sia-sia.
Seharusnya, sebelum pemerintah membuat dan menetapkan aturan, pemerintah harus mempersiapkan segala kebutuhan yang ada. Memang pihaknya mendesak untuk ditetapkannya SNI Maninan secara wajib, tetapi pihaknya juga menginginkan aturan yang bisa direalisasikan dengan baik. Pertama, kata Danang, pemerintah harus mempersiapkan seluruh infrastrukturnya, seperti laboratoriun untuk memeriksa keamanan mainan.
“Kemudian sosialiasi. Hingga kini, barang impor terus masuk, tidak ada pemeriksaan, harusnya diperiksa, aman atau tidak barang yang masuk. Aturan ini terkesan normatif saja jadinya,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah bisa lebih serius dalam menjalankan aturan ini. Pemerintah diminta agar melakukan sosialisasi melalui media massa dan jalur pendidikan. Sosialisasi ini harus dilakukan dengan cepat lantaran Indoensia akan menghadapi pemberlakuan Asean Economic Community (AEC) pada akhir 2015.
“Pemerintah kan punya anggaran. Kalau tidak segera, bagaimana dengan daya saing industri mainan dalam negeri. Mulai sekarang warning barang-barang impor harus digencarkan. Asal ada kemauan, pasti pemerintah bisa.”