Bisnis.com, BEKASI—Asosiasi pengembang Real Estate Indonesia (REI) mengharapkan Bank Indonesia mengkaji kembali kebijakan loan to value (LTV) pada pengajuan kredit pemilikan rumah atau apartemen (KPR/KPA).
Sekretaris Jenderal (REI) Eddy Hussy mengakui sejak diberlakukan, kebijakan pengaturan pembayaran uang muka (down payment/DP) tersebut di satu sisi baik untuk mengerem pertumbuhan properti dan meredam aksi spekulasi.
Namun, jelasnya, di sisi lain aturan tersebut justru mengganggu kelancaran kinerja pengembang dan memberatkan masyarakat yang sungguh membutuhkan rumah.
Dia menegaskan pihaknya berharap kebijakan tersebut tidak diberlakukan dalam jangka waktu yang lama.
“Memang kalau dari REI mengharapkan kebijakan ini tidak berlaku lama. Mungkin hanya jangka pendek dan ditinjau kembali,” katanya, Kamis (10/10/2013).
Kendati begitu, dia menuturkan REI mengharapkan kebijakan pengetatan KPR tetap diberlakukan oleh BI guna meredam pertumbuhan properti. Untuk mendukung itu, lanjutnya, kebijakan mengenai kredit konstruksi tetap diterapkan.
Seperti diketahui, pada 30 September 2013, BI dalam dalam Surat Edaran BI No. 15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, melakukan pengetatan terhadap pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) diberlakukan. Selain mengatur pembayaran uang muka atau loan to value, penjualan rumah dengan sistem pesan (inden) mulai dibatasi.
Dengan peraturan tersebut pembayaran DP untuk pengajuan KPR/KPA rumah kedua dan seterusnya lebih besar saat ini. BI mewajibkan pembayaran DP untuk KPR pertama sebesar 30%, KPR kedua 40%, KPR ketiga 50% dan seterusnya.