Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah sengaja menekan belanja dengan alasan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan meskipun pertumbuhan ekonomi menjadi korban.
Untuk alasan itulah, pemerintah menahan penyerapan hanya 90% dari pagu anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) yang dipatok dalam APBN Perubahan 2013 sebesar Rp622 triliun.
Padahal, belanja pemerintah semestinya menjadi stimulus fiskal di tengah perekonomian yang melembam saat ini dan sulit berharap pada sumber-sumber pertumbuhan lain, seperti investasi dan ekspor.
Menteri Keuangan M.Chatib Basri mengemukakan belanja pemerintah yang terlalu ekspansif dalam rangka menumbuhkan ekonomi akan berimplikasi pada impor barang modal yang tinggi.
“Kalau impor naik, current account-nya kena, padahal concern orang sekarang current account. Jadi, kami ingin mengantisipasi keluhan pasar. Current account deficit harus turun dan impor harus turun,” katanya, Rabu (11/9).
Kendati pemerintah tampak menyengaja menahan belanja, persoalan juga muncul akibat realisasi yang jeblok hingga 8 bulan pertama.
Sampai dengan 31 Agustus, realisasi belanja pemerintah pusat baru Rp615,6 triliun atau 51,4% dari pagu anggaran Rp1.196,8 triliun.
Belanja itu, a.l. terdiri atas belanja pegawai Rp152,6 triliun atau 65,5% dari pagu, belanja barang Rp70 triliun atau 33,9% dan belanja modal berada di urutan paling buncit Rp60,6 triliun atau 31,4%.
Adapun realisasi belanja K/L yang mewakili 48% dari belanja pemerintah pusat baru mencapai 36,4% hingga 23 Agustus.